Jumat 21 Feb 2020 15:05 WIB

Menanti Kesaktian Kartu Prakerja

Bisakah Kartu Prakerja menyelamatkan angka pengangguran?

Nidia Zuraya
Foto: republika
Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya*)

Kabar menggembirakan untuk para korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mereka yang baru saja lulus sekolah menengah atas (SMA) ataupun pendidikan tinggi datang di awal pekan ini. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, sang pembawa kabar, mengatakan Kartu Prakerja akan diluncurkan pada April mendatang.

Rencananya, peluncuran Kartu Prakerja dimulai dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Selain Jabodetabek, peluncuran 'kartu sakti' itu juga akan dimulai di Provinsi Jawa Barat.

Moeldoko menyebutkan, alasan dimulainya peluncuran itu di Jabodetabek dan Jawa Barat karena jumlah pencari kerja yang besar di wilayah tersebut. Selanjutnya, peluncuran Kartu Prakerja tersebut rencananya akan dikembangkan ke daerah lain di Pulau Jawa terlebih dahulu di antaranya Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Kartu Prakerja merupakan salah satu program andalan Presiden Joko Widodo dalam fase kedua masa pemerintahannya. Penyaluran Kartu Prakerja mirip dengan pemberian beasiswa pendidikan oleh pemerintah.

Seperti halnya program beasiswa, maka mereka yang menginginkan kartu prakerja harus mendaftarkan dirinya. Karena anggaran untuk kartu prakerja yang disiapkan pemerintah terbatas, maka dalam proses penyalurannya berlaku sistem first come first served.

Untuk mendukung program Kartu Prakerja ini pemerintah juga menyiapkan pelatihan bagi peserta program. Jenis pelatihannya pun beragam. Mulai dari teknologi informasi, bahasa, kuliner, fotografi, terapis perawatan, menjahit, petugas keamanan, keamanan dan keselamatan kerja, ternak ikan konsumsi, hidroponik, kewirausahaan hingga pengemudi truk.

Sedikitnya ada 60 jenis pelatihan yang disiapkan pemerintah. Puluhan jenis pelatihan ini diharapkan bisa mendukung peningkatan keahlian dan keterampilan pencari kerja.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar tujuh juta orang. Sementara angkatan kerja setiap tahun mencapai 2,8 juta orang.

Dari tujuh juta pengangguran itu, 52 persen di antaranya berusia 18-24 tahun. Sedangkan angkatan kerja, dari 2,8 juta orang per tahun itu 88 persen di antaranya berada di wilayah perkotaan. Sebanyak 65 persen pengangguran adalah berpendidikan SMA dan sederajat dan 28 persen diploma.

Penambahan angka pengangguran menanti di depan mata. Sejumlah perusahaan di dalam negeri diketahui berencana mengurangi beban biaya operasional dengan menempuh cara melakukan PHK terhadap sejumlah pegawainya.  

Sebut saja yang terakhir sedang ramai diperbincangkan adalah PHK yang dilakukan salah satu provider telekomunikasi terhadap 677 orang karyawannya. Kebijakan pengurangan pegawai sebelumnya juga ditempuh oleh salah satu perusahaan startup di sektor e-commerce pada tahun lalu.

Jumlah tersebut belum termasuk 2.000 pekerja di perusahaan rokok di Jawa Timur yang bakal mendapatkan PHK pada tahun ini.

Masalah pengangguran merupakan tantangan terberat pembangunan ekonomi Indonesia. Terlebih lagi di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat wabah corona yang berdampak pada lesunya permintaan barang di pasar global.

Menurunnya permintaan barang global bakal berdampak pada industri manufaktur di dalam negeri. Selama ini industri manufaktur banyak menyerap tenaga kerja. 

Pemerintah menargetkan sebanyak dua juta peserta Kartu Prakerja dengan manfaat yang diterima akan memperoleh pelatihan senilai Rp3 juta-7 juta dari total anggaran Rp 10,3 triliun pada 2020.

Agar Kartu Prakerja ini benar-benar menjadi kartu yang sakti, tentunya program pelatihan yang akan dijalankan nantinya perlu dukungan dari pelaku usaha. Karena mereka lah yang paling mengetahui tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan di era industri 4.0. 

*) Penulis adalah Redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement