REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partner Tax Research & Training Services Danny Darussalam Tax Centre (DDTC) Bawono Kristiaji menganjurkan penerapan cukai produk plastik tidak langsung dilakukan. Sebaiknya, pemerintah bersama dengan legislatif fokus terlebih dahulu mengaplikasikan ke skala lebih kecil yaitu kantong plastik.
Secara prinsip, Bawono menjelaskan, rencana mengenakan cukai ke seluruh produk plastik merupakan langkah positif apabila tujuannya untuk mengendalikan kerusakan lingkungan. Tapi, dari sisi komposisi sampah, kantong plastik menjadi kontributor terbesar yang patut dikendalikan terlebih dahulu. "Penggunaannya lebih besar," ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (20/2).
Di sisi lain, Bawono menambahkan, Indonesia sudah memiliki penerapan dalam skema pungutan. Sejauh ini, beberapa daerah maupun pihak retail sudah berhasil menerapkan pungutan atas kantong plastik. Artinya, prospek penerapannya akan lebih baik dibandingkan produk plastik yang memiliki skala besar, namun belum ada pengalaman diterapkan.
Alasan ketiga, Bawono menjelaskan, perluasan objek kena cukai juga perlu memperhatikan dampaknya bagi beban industri maupun kontribusi terhadap inflasi. "Sehingga, harus dilakukan secara bertahap," ucapnya.
Apabila penerapan cukai kantong plastik sudah berhasil dijalankan dan efektif dalam menekan konsumsinya, Bawono menuturkan, pemerintah dan DPR baru bisa memperluas ke produk plastik. Mulai dari botol plastik, sedotan, ataupun penggunaan wadah makanan dari plastik sekali pakai.
Ekstensifikasi cukai dinilai Bawono perlu terus dilakukan. Urgensi ini semakin tinggi mengingat kondisi ekonomi global yang diprediksi masih berlangsung dengan outbreak virus corona dari Cina. Dampaknya sudah terlihat dari kinerja penerimaan pajak Januari 2020, di mana setoran dari sejumlah sektor melambat dan bahkan kontraksi.
Bawono menilai, cukai merupakan upaya yang dapat memberikan goncangan tidak terlalu besar untuk menstimulus ekonomi. Di sisi lain, cukai mampu menekan konsumsi produk yang memang dianggap berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadpap kesehatan ataupun lingkungan.
Bawono mengakui, perluasan objek kena cukai di Indonesia memang membutuhkan waktu dan tenaga tidak sedikit, terutama dari sisi proses dan kemauan politik. Secara landasan hukum, sebenarnya Indonesia memiliki peluang ekstensifikasi tersebut. "Bukan politis dalam artian buruk, tapi memang proses ekstensifikasi harus melalui persetujuan DPR," tuturnya
Melalui rapat kerja bersama di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/2), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan DPR menyepakati produk plastik sebagai objek kena cukai. Tapi, untuk deskripsi produk beserta dengan tarif yang lebih detail akan kembali dibahas dalam rapat kerja berikutnya.