REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah berencana memberlakukan bea cukai untuk produk plastik dan minuman berpemanis dengan kemasan (MBDK) melalui Perpres nomor 130/2022. Pakar ekonomi Univeritas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo menganggap, rencana tersebut perlu dilakukan.
Bea cukai, kata Rossanto, berfungsi untuk mengendalikan konsumsi berlebih komoditas yang dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan. "Plastik banyak menyebabkan pencemaran dan sulit diurai, sehingga jika tidak dikendalikan akan menggerus keberlangsungan hidup manusia dalam jangka panjang," kata Rossanto, Selasa (27/12/2022).
Meski demikian, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB Unair itu tidak setuju ketika bea cukai produk plastik dan MBDK dikatakan sebagai pendongkrak APBN. Sebab, kata dia, jumlah target penerimaan untuk kedua produk ini tidak sebanding dengan produk sebelumnya."Seperti misalnya rokok atau tembakau sehingga bukan untuk itu (mendongkrak APBN)" ujarnya.
Lebih dari itu, lanjut Rossanto, dana cukai dapat dialokasikan untuk kampanye pada khalayak mengenai bahaya produk plastik. Selama ini, cara tersebut kerap dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
Untuk peraturan yang bersifat jangka panjang, Rossanto menganggap pemerintah perlu mengadakan penyesuaian bagi beberapa industri. “Menurut saya, perlu ada pemberian rate bea cukai antara UMKM dengan perusahaan-perusahaan besar. Misalnya, untuk UMKM, diberi rate maksimum 5 persen, sedangkan perusahaan besar diberi rate maksimum 20 persen," kata Rossanto.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah perlu membuat road map yang jelas mengenai apa saja yang perlu dilakukan, dan kebijakan apa saja selain dari pemberlakuan bea cukai ini terhadap plastik dan MBDK.
Rossanto menekankan, langkah strategis ini bukan hanya ditujukan untuk produsen, melainkan juga konsumen. Harapannya tentu masyarakat dapat lebih sadar. Masyarakat tidak boleh beranggapan bahwa konsumsi plastik dan produk berpemanis dengan kemasan ini tidak akan ada masalah ke depannya.
Ia melanjutkan, alternatif pengganti plastik juga sejatinya dapat mulai digaungkan. Contohnya dengan menggunakan kertas atau bahan yang dapat diolah kembali. Rossanto menyebut, peraturan ini perlu mendapat dukungan dari seluruh masyarakat agar tujuan awal dapat terealisasikan.