Rabu 19 Feb 2020 23:27 WIB

Turis Batal Snorkeling Gara-Gara Limbah Minyak

Limbah minyak diketahui sudah mencemari kawasan wisata Kepulauan Riau.

Limbah minyak diketahui sudah mencemari kawasan wisata Kepulauan Riau (Foto: ilustrasi limbah minyak)
Foto: Flickr
Limbah minyak diketahui sudah mencemari kawasan wisata Kepulauan Riau (Foto: ilustrasi limbah minyak)

REPUBLIKA.CO.ID, BINTAN -- Limbah minyak hitam yang mulai menyebar di Kepulauan Riau mulai mengganggu aktivitas wisata. Limbah minyak diketahui sudah mencemari kawasan pesisir Pantai Trikora hingga ke Desa Pengudang, Bintan.

Akibatnya, sejumlah wisatawan mancanegara urung melakukan aktivitas snorkeling di perairan tersebut. Salah satu lokasi snorkeling yang terdampak sebaran minyak hitam ialah Bintan Nemo, sebuah wisata bahari dengan konsep wisata kelong alias rumah panggung di tengah laut. Persisnya berlokasi di Pantai Trikora Dua.

Baca Juga

"Semalam ada sekitar empat turis Prancis yang ingin snorkeling di sini. Tapi setelah melihat ada minyak hitam, akhirnya batal, mereka sangat kecewa," kata Karno, Owner Bintan Nemo, Rabu (19/2).

Karno menyampaikan, untuk beberapa hari ke depan, pihaknya terpaksa menolak tamu, baik dalam dan luar negeri yang ingin snorkeling di wilayah tersebut. Hal ini dilakukan sampai kondisi laut setempat terbebas dari cemaran minyak hitam.

"Sekitar tiga hari kita stop beroperasi dulu, percuma kalau dipaksakan terima tamu, pasti ujung-ujungnya tak jadi, karena faktor minyak hitam itu tadi," ujarnya.

Dia tak menampik, kondisi ini tentu akan menimbulkan kerugian bagi pihaknya selaku penyedia jasa wisata snorkeling. Karno menyebut, dalam kondisi normal, sehari minimal ada lima tamu yang snorkeling di tempatnya.

"Kalau untuk tamu dalam negeri, harga snorkeling Rp200 ribu per orang. Sedangkan tamu luar negeri Rp 300 ribu per orang," ujarnya.

Karno mengungkapkan, cairan minyak hitam tersebut mulai mengotori laut sekitar, khususnya Pantai Trikora Dua, sejak semalam, Selasa (18/2). Sementara Desa Pengudang, sudah terlebih dahulu terdampak minyak hitam, sekitar tanggal 16 Februari 2020 kemarin.

"Paling parah itu di Desa Pengudang, sepanjang bibir pantainya sudah dipenuhi minyak hitam," tuturnya.

Secara pribadi, Karno mengaku sulit buat mengantisipasi serbuan minyak hitam tersebut, karena hal serupa terjadi setiap tahunnya, terutama saat musim angin utara. Apalagi untuk menampungnya ke dalam wadah drum, lanjut dia, bukan sesuatu pekerjaan yang mudah.

"Ini minyaknya bukan satu atau dua ton, lebih banyak dari itu. Bayangkan berapa drum yang diperlukan buat menampung. Maka itu saya biarkan begitu saja, nanti juga hilang sendiri," tutur Karno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement