Rabu 19 Feb 2020 08:24 WIB

Efek Terpapar Radioaktif, dari Akut Hingga Jangka Panjang

Efek jangka panjang dari paparan radioaktif lebih berbahaya ketimbang efek akut.

Petugas teknis dari Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) sedang melakukan pembersihan tanah yang terkontaminasi radioaktif di Perumahan Batan Indah, Serponh, Tangerang Selatan, Selasa (18/2).
Foto: Republika/Febryan A
Petugas teknis dari Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) sedang melakukan pembersihan tanah yang terkontaminasi radioaktif di Perumahan Batan Indah, Serponh, Tangerang Selatan, Selasa (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Antara, Abdurrahman Rabbani, Febryan A

Efek terpapar zat radioaktif bisa menyebabkan dampak akut seperti mual muntah dan juga efek jangka panjang berupa mutasi genetik seperti munculnya sel kanker. Menurut dokter spesialis kedokteran nuklir dr Ryan Yudistiro, Sp.KN M.Kes, efek jangka panjang dari paparan radioaktif lebih berbahaya ketimbang efek akut.

Baca Juga

"Efek radiasi kalau terpapar dalam jumlah besar, lama, dan dekat satu efek akut atau efek segera. Begitu terpapar, paling sering dikeluhkan mual, muntah, pusing, sakit kepala, lemas, sampai mata merah, kulit merah, ada luka bakar, bahkan ada yang meninggal," kata Ryan, Selasa (18/2).

Dia mencontohkan penyebaran zat radioaktif seperti yang terjadi di Chernobyl, Ukraina dan Fukushima, Jepang akibat reaktor yang meledak tersebut bisa menelan korban jiwa. Namun, ia menekankan, efek jangka panjang dari paparan radioaktif lebih berbahaya karena tidak bisa diprediksi kapan akan muncul dampaknya.

"Ini yang paling berbahaya karena kita tidak tahu kapan itu bisa terjadi. Radiasi itu bisa merusak sel DNA, dan bisa terjadi mutasi genetik. Mutasi genetik ini yang kita enggak bisa prediksi kapan munculnya, salah satu akibat dari mutasi genetik itu muncul sel kanker," katanya.

Ia mengatakan, kanker yang paling sering terjadi akibat radiasi adalah kanker tiroid. Namun, tidak menutup kemungkinan juga sel kanker jenis lainnya seperti kanker darah dan sebagainya.

Ryan menjelaskan ada tiga faktor yang memengaruhi paparan radiasi radioaktif kepada tubuh manusia, yaitu besarnya jumlah radiasi, lamanya paparan radiasi, dan seberapa dekat paparan radioaktif itu terjadi. Jika semakin besar jumlah paparan radiasi, semakin lama terpapar radiasi, dan jarak yang begitu dekat dengan sumber radiasi maka akan memperbesar dampak negatif yang bisa ditimbulkan bagi kesehatan.

Beberapa cara agar terhindar dari radiasi, kata dia, adalah dengan menjauhi sumber radiasi sejauh mungkin agar tidak terpapar zat radioaktif. Jika dalam kedokteran nuklir, dokter spesialis kedokteran nuklir biasa memakai proteksi atau alat pelindung diri agar tidak terkena paparan obat radioaktif yang diberikan kepada pasien.

Ia menjelaskan pancaran sinar gelombang radiasi nuklir berbeda-beda dari tiap jenis zat radioaktif. Pancaran sinar radioaktif tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna sehingga tidak bisa dilihat oleh kasat mata.

Orang yang terpapar zat radioaktif pun, kata Ryan Yudistiro, tidak bisa mengetahui dirinya terpapar radiasi nuklir kecuali jika diukur oleh alat khusus untuk mengukur kandungan radioaktif pada tubuh. Paling tidak, orang yang terpapar radioaktif bisa merasakan efek akut seperti mual dan muntah dan sebagainya.

In Picture: Batan Persempit Area Paparan Radioaktif di Perum Batan Indah

photo
Petugas Kesatuan KBR (Kimia Biologi Radioaktif) Gegana Mabes Polri bersama petugas PTKMR (Pusat Teknologi Keselamatan Meteorologi Radiasi) mengukur paparan radiasi di area terpapar di Perumahan Batan Indah, Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin (17/2).

Seperti diberitakan sebelumnya, paparan radiasi zat radioaktif Cesium 137 (Cs-137) ditemukan di lingkungan area tanah kosong di samping lapangan voli Blok J Perumahan Batan Indah Serpong Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) saat ini tengah melakukan investigasi dengan mendata pemilik bahan radioaktif Cesium 137 di Indonesia untuk menemukan pelaku pembuangan limbah Cs-137 tersebut di permukiman warga.

Bapeten telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian. Hal itu dilakukan guna mengungkap sumber limbah radioaktif di Perumahan Batan Indah.

“Sebelumnya limbah atau apa pun, nanti kita koordinasi, jadi kita akan dukung untuk data-data teknis kepolisian, dalam hal pihak kepolisian memerlukan,” kata Kepala Biro Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Bapeten, Indra Gunawan, Senin (17/2).

Dirinya mengatakan asal radioaktif ini bisa diketahui dari kajian teknis yang akan dilakukan. Pihaknya enggan menduga-duga sumber limbah radioaktif agar tidak mengganggu tugas penegak hukum.

“Biar penegak hukum yang akan melakukan itu sesuai dengan fungsinya,” ucapnya.

Lebih lanjut, untuk data-data awal barang bukti berupa limbah radioaktif masih dalam proses pengembangan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). “Untuk data-datanya kita tunggu untuk bisa dikeluarkan, dan kemudian nanti bisa kita koordinasikan dengan pihak kepolisian,” kata Indra.

Di samping itu, paparan radiasi radioaktif itu dapat dibuktikan melalui kajian teknis. Kajian itu dapat memastikan berapa usia limbah radioaktif berjenis Cesium 137 itu di lokasi.

Bapeten menghimbau kepada warga untuk beraktifitas secara normal asal di luar garis kuning yang ditetapkan. Sebelumnya, garis itu nampak lebih luas dan sekarang sudah lebih sempit.

“Ini kabar baik untuk warga. Itu bisa kita pastikan paparan radiasi semakin turun sehingga warga juga menjadi nyaman untuk beraktivitas,” jelasnya.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), mengatakan, radiasi nuklir di Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, sudah menurun 90 persen dibandingkan hari pertama penemuan. Radiasinya kini berada di angka 7 microsievert per jam.

"Jadi kalau dari segi penurunannya (sudah) di atas 90 persen. Sekarang tinggal kira-kira 10 persen lagi," kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Batan, Heru Umbara di Perumahan Batan Indah, Selasa (18/2).

Angka paparan radiasinya, lanjut Heru, berada di angka 7 microsievert. Menurun drastis dibandingkan hari pertama penemuan titik zat radioaktif pada akhir Januari lalu, yakni 200 microsievert per jam.

Meski demikian, ambang batas paparan radiasi yang dianggap tak membahayakan adalah 0,03 microsievert per jam. Untuk itu, Heru mengaku pihaknya akan terus melakukan proses pembersihan tanah yang terkontaminasi yang berokasidi sebuah lahan kosong di Perumahan Batan Indah.

"Sekarang sudah sampai kedalaman 80 sentimeter yang kita gali. Mungkin kita akan meneruskan sampai 1 meter. Saya sudah berkoordinasi dengan tim teknis supaya benar-benar clean, maka kita tambah 20 cm lagi," jelas Heru.

Penggalian dan pemindahan tanah yang terkontaminasi zat radioaktif jenis Cesium (Cs) 137 itu sudah berlangsung sejak 11 Februari 2020. Hingga Selasa siang, kata Heru, sudah 172 drum tanah yang dipindahkan ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) Batan.

"Saya berharap dalam waktu dekat, mungkin beberapa hari ke depan bahwa daerah ini sudah clean. Sehingga kita bisa lakukan langkah berikutnya yaitu remediasi," kata Heru.

photo
Radiasi Nuklir di Perumahan Batan Indah

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement