Rabu 19 Feb 2020 00:40 WIB

Tak Dikonsumsi di Indonesia, Trenggiling Diekspor Ilegal

Trenggiling yang tak dikonsumsi di Indonesia marak diekspor secara ilegal.

Barang bukti hewan terenggiling (Dok). Trenggiling yang tak dikonsumsi di Indonesia marak diekspor secara ilegal.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Barang bukti hewan terenggiling (Dok). Trenggiling yang tak dikonsumsi di Indonesia marak diekspor secara ilegal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski trenggiling tidak dikonsumsi di Indonesia, tapi mamalia itu paling banyak menjadi sasaran perdagangan satwa liar ilegal. Trenggiling diketahui marak diekspor secara ilegal.

"Pada 2019, seingat saya ada sekitar tujuh kasus yang kira-kira melibatkan sekitar 200 ekor pangolin (trenggiling), diduga negara tujuan akhirnya adalah China sebagai konsumen akhirnya," kata analis Wildlife Conservation Society (WCS) Yunita Setyorini ketika berbicara dalam presentasi aplikasi melawan perdagangan satwa liar ilegal di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Yunita menyebut, angka itu baru mencakup kasus pada 2019. Berdasarkan data yang dikumpulkan WCS, dalam 10 tahun terakhir, hampir 26 ribu ekor trenggiling dari Indonesia yang diperjualbelikan secara ilegal.

Trenggiling diburu dan diperdagangkan karena sisiknya dipercaya dapat menjadi bahan obat yang ampuh untuk beberapa penyakit seperti asma dan membantu meningkatkan vitalitas tubuh. Pemerintah, menurut Yunita, terus berupaya aktif untuk mencegah perdagangan trenggiling yang sudah masuk kategori hewan terancam punah.

Yunita menyatakan, hal itu dilakukan karena sunda pangolin (manis javanica) yang asli Indonesia menjadi salah satu sumber utama untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang memanfaatkan sisik trenggiling dan dagingnya.

"Untuk studi populasi di Indonesia belum banyak diketahui, tetapi untuk status perdagangan sendiri trenggiling adalah mamalia yang paling banyak diperdagangkan dari Indonesia," ujarnya dalam acara yang diselenggarakan memperingati Pangolin Day yang jatuh pada tanggal 15 Februari itu.

Dalam salah satu usaha melawan perdagangan satwa liar, Yunita dan kelima temannya dari Tim Navy Pangolin membuat prototipe aplikasi untuk membantu analis mengumpulkan data perdagangan ilegal. Datanya berupa artikel berita yang ada di internet untuk mempercepat pekerjaan yang selama ini dilakukan secara manual.

Memakai teknologi kecerdasan buatan (AI), aplikasi yang diberi nama Pan The Pangolin itu ikut diperlombakan di kontes Global Zoohackton 2019 yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Aplikasi itu menjadi juara kedua.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement