Selasa 18 Feb 2020 15:47 WIB

Menaker: Omnibus Law Cipta Kerja Belum Final

Pemerintah dan DPR masih membuka ruang dialog untuk membahas pasal ketenagakerjaan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah
Foto: Republika/Ali Mansur
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan pemerintah dan DPR masih membuka ruang dialog seluas-luasnya untuk membahas pasal-pasal ketenagakerjaan dalam Rancangan UU Cipta Kerja. Karena itu, pemerintah mengharapkan asosiasi pekerja dan kelompok buruh memanfaatkan dialog tripatrit dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR nanti.

Hal itu disampaikan Ida terkait ancaman Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang akan menggelar aksi besar-besaran bila Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan. "Jangan takut ini bukan final 'draft'. Ini baru rancangan undang-undang. Saya memohon teman-teman ayo ruang dialog dibuka," ujar Ida di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/2).

Baca Juga

Menurut Ida, sejak RUU Cipta Kerja ini disusun dengan metode Omnibus Law, pemerintah sudah membuka forum tripatrit. Kemenaker melakukan komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan dengan unsur organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh, serta Pemerintah.

"Kami sudah berusaha membangun komunikasi, ada tim yang dibangun. Tim melibatkan teman-teman konfederasi dan federasi. Harapan kami karena salah satu dari fungsi tim itu adalah membahas konten atau substansi dari RUU ini," ujar dia.

Meskipun naskah RUU Cipta Kerja sudah diserahkan ke DPR, Ida mengingatkan parlemen akan membuka ruang konsultasi tripatrit untuk membahas aspek-aspek ketenagakerjaan dalam beleid ini. "DPR juga sepakat ruang publik itu dilakukan secara baik ada forum-forum di DPR, disamping DPR dan pemerintah sosialisasikan," ujar dia.

Ida menjelaskan saat ini pihaknya sedang melakukan sosialisasi tripartit dengan melibatkan unsur pemerintah, pekerja dan buruh. Di samping melakukan sosialisasi, tim tripatrit ini juga membahas soal substansi dalam RUU tersebut.

"Termasuk bersama-bersama membahas menyiapkan peraturan teknis perintah dari UU," kata Ida.

Adapun alasan KSPI menolak isi RUU Cipta Kerja dan mengancam akan melakukan aksi besar-besaran, antara lain, karena klausul upah minimum, pesangon, outsourcing, karyawan kontrak, dan waktu kerja yang dinilai eksploitatif dalam RUU tersebut. Selanjutnya, KSPI juga menilai RUU Cipta Kerja berpotensi membuat tenaga kerja asing buruh kasar atau unskill worker bebas masuk ke Indonesia, membuat jaminan sosial hilang, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan hukum ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja seharusnya mengandung prinsip kepastian pekerjaan, jaminan pendapatan, dan kepastian jaminan sosial.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement