Selasa 18 Feb 2020 08:42 WIB

Black Owl Ditutup: Ketua DPRD Protes, Pengusaha Muda Resah

Pemprov DKI mencabut izin usaha Restoran dan Pub Black Owl di Pantai Indah Kapuk.

Bangunan ini disegel. Ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Bangunan ini disegel. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemprov DKI Jakarta sejak Senin (17/2), memutuskan mencabut Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) PT Murino Berkarya Indonesia selaku pemilik usaha Restoran dan Pub Black Owl yang berlokasi di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK). Dengan pencabutan TDUP melalui Surat Keputusan Nomor 22 Tahun 2020, Restoran dan Pub Black Owl dinyatakan tidak boleh beroperasi dan akan disegel dalam waktu dekat.

"Kami mencabut TDUP berdasarkan surat dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta. Saat ini resmi dicabut," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta Benni Aguscandra dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, menyampaikan ada pelanggaran ketentuan terhadap Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Pasal 54 yang dilakukan Restoran dan Pub Black Owl. Hal ini diketahui atas laporan masyarakat dan pemberitaan di sejumlah media massa yang menyebut Restoran dan Pub Black Owl terindikasi kuat melakukan pelanggaran terhadap penyalahgunaan narkotika pada pengunjung di tempat usahanya.

Pemberitaan pada 15 Februari 2020 yang menyebut 12 pengunjung Restoran dan Pub Black Owl positif memakai narkoba. Hal ini menandakan adanya kelalaian dari pihak manajemen Black Owl di tempat usahanya.

"Peristiwa tersebut sudah dilakukan peninjauan dan penggalian informasi kepada pelaku usaha atas kegiatan pemberantasan narkotika oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya," tutur Cucu.

Langkah Pemprov DKI menutup Black Owl dikritik Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Menurut Prasetio, pergub jangan sampai melanggar perda. Ia memaparkan, kasus penutupan diskotek dengan alasan pengunjung memakai narkoba, seharusnya tidak serta-merta menutup tempat hiburan malam.

“Tiba-tiba ada suatu kejadian tempat hiburan malam ini dirazia oleh polri, ternyata tamunya itu bukan tamu yang memakai narkoba dari luar masuk ke tempat itu, terus ada razia. Kok tempat hiburan dia harus ditutup," kata Prasetio.

Pras, sapaan akrabnya, mengingatkan tempat hiburan ini juga menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) bagi Jakarta, dan cukup besar. Menurut dia, memang harus ditekankan mereka tidak membolehkan peredaran narkoba. Namun, menurut Pras, bila razia dan ditemukan, tapi mereka tidak mengetahui peredaran, menurut pergub mereka terpaksa harus ditutup.

"Ternyata di balik perda itu ada pergub, dibuat pergub sendiri yang kita enggak tahu. Kalau semua dibuat model seperti ini, buat apa ada perda, ngapain buat perda," kata Pras.

photo
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

Ia pun meminta kepada Biro Hukum Pemprov DKI untuk memberi pemahaman ke Gubernur soal perda yang ada. "Jangan ntar ada isu (narkoba) ini, (atas Pergub) itu main tutup saja. Ini ibu kota negara loh, ada daerah khususnya," ujar dia.

Kalau akhirnya memang ditemukan keterlibatan peredaran narkoba bersama pihak manajemen tempat hiburan, menurut Pras, tentu harus diberangus. Diberi sanksi tegas dan izin harus dicabut.

"Tapi, kalau enggak, masak harus diberangus? kan enggak boleh, kan diskriminasi, enggak boleh gitu," ujar dia.

Manajemen Restoran dan Pub Black Owl menyebutkan pencabutan izin usaha dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang adil bagi dunia usaha. Menurut manajemen, penutupan Black Owl bisa mematikan semangat pengusaha muda.

"Kami sudah mendapatkan surat pemberitahuan pencabutan izin, cuma bagi kami kurang adil," kata perwakilan manajemen, Efrat Tioyang, Selasa.

Efrat menjelaskan alasan dan fakta pencabutan izin tidak jelas dan tidak bisa dibuktikan serta hanya berdasar informasi dari media. "Faktanya tidak didapatkan barang bukti narkotika apa pun di dalam lokasi usaha kami," jelas Efrat.

Menurut Efrat, berdasarkan aturan, pencabutan izin dapat dilakukan pemerintah, jika usaha itu melanggar salah satu dari tiga poin. Yakni, pihak manajemen mengedarkan narkoba, melakukan prostitusi dan perjudian.

"Ketiga unsur itu tidak pernah kami lakukan," tegas Efrat.

Efrat menyatakan temuan adanya pengguna narkotika di lokasi usahanya beberapa lalu, memang benar. Tetapi, para pengguna sudah melakukan sebelumnya.

"Mereka tidak menggunakan di dalam lokasi usaha dan pengakuan mereka jika sudah lama menggunakan itu," jelas Efrat.

Menurut Efrat sebanyak 50-an pekerja terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pencabutan izin usaha yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Efrat yang juga komisaris PT MBI menyatakan usaha itu baru dibuka sekitar 3,5 bulan lalu.

"Jika disegel, maka pasti akan kita lakukan PHK, karena tidak ada pemasukan," jelas Efrat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

"Para karyawan kami bahkan digaji melebihi upah minimumprovinsi (UMP)," ujar Efrat menambahkan.

Efrat juga menyatakan, pencabutan izin usaha mereka dapat mempengaruhi pengusaha muda yang baru merintis usaha. Dia menegaskan kebijakan pemerintah yang tidak jelas itu dapat membuat resah para pengusaha-pengusaha kafe dan restoran lain di Jakarta.

"Apakah kami sebagai pengusaha muda yang sedang membuat usaha, izin bisa dicabut karena isu tidak jelas dari media," kata Efrat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement