REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengaku tak tersindir dengan sayembara yang dilakukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Ghufron menilai sayembara yang dilakukan MAKI adalah hak positif sebagai penggugah masyarakat untuk berpartisipasi dalam pencarian buronan KPK yakni caleg PDIP Harun Masiku atau mantan Sekertaris MA, Nurhadi.
"Tidak (merasa tersindir, KPK itu sangat terbatas sumber daya manusia dan jaringannya. Karena itu kami sangat terbuka atas segala keterbatasan tersebut kepada partisipasi masyarakat," tegas Ghufron saat dikonfirmasi, Senin(17/2).
Menurut Ghufron, setiap masyarakat berhak mengambil bagian dari partisipasinya dalam penegakan hukum. Ia menegaskan, selama ini, lembaga antirasuah terus berupaya membawa Harun Masiku ataupun Nurhadi, hingga akhirnya keduanya menjadi buron KPK.
"Selama ini KPK telah berupaya dan akan terus berupaya membawa keduanya untuk diproses secara hukum. Kalau masyarakat turut serta, kami yakin keduanya akan segera ditemukan. Bahkan, kalau ada pihak yang menyembunyikan mereka, kami juga akan ambil langkah hukum," tuturnya
Diketahui, MAKI menggelar sayembara bagi siapa pun yang mampu memberikan informasi keberadaan mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Informasi terkait keberadaan dua buron itu akan diganjar hadiah iPhone 11.
"Informasi dimaksud dapat digunakan untuk menangkap Harun Masiku dan Nurhadi oleh KPK," kata Koordinator LSM MAKI Boyamin Saiman, melalui pesan singkat yang diterima di Tanjungpinang, Senin (17/2).
Boyamin mengatakan, informasi dapat diberikan langsung kepada KPK atau kepolisian atau kepada MAKI ke nomor HP 081218637589. Menurut Boyamin, hadiah tersebut berlaku selamanya dan tidak terbatas, termasuk informasi yang berasal dari aparat penegak hukum dan wartawan.
"Hadiah terdiri dari dua iPhone 11 berlaku bagi masing-masing informasi hingga menjadikan tertangkap Harun Masiku atau Nurhadi," sebutnya.
Boyamin mengatakan, bahwa MAKI juga pernah melakukan sayembara berhadiah Rp10 juta untuk informasi keberadaan Ketua DPR Setya Novanto pada 16 November 2017. Menurut Boyamin, informan saat itu tidak bersedia menerima hadiah. "Maka uang Rp10 juta telah diserahkan kepada Yayasan Yatim Piatu," tutur Boyamin.
KPK menetapkan Harun sebagai tersangka sejak 9 Januari 2020 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penetapan anggota DPR RI Terpilih 2019-2024. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah meminta Harun untuk menyerahkan diri dan kooperatif.
Namun Harun tak kunjung menunjukkan itikad baik. Atas dasar itu, KPK memasukkan Harun ke dalam Daftar Pencarian Orang sejak 17 Januari 2020. Hingga kini sudah lebih dari sebulan penetapan tersangka, lembaga antirasuah tak kunjung menemukan Harun.
Terbaru, pada Kamis (13/2) lalu, KPK memasukkan tiga nama dalam DPO. Mereka adalah Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto. Ketiganya merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016.
KPK menerbitkan DPO setelah ketiganya tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah ditolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.