Senin 17 Feb 2020 07:28 WIB

Kata Rokhmin dan Bima Soal GBHN dan Amendemen UUD

Bima Arya mewajarkan masyarakat curiga terhadap amandemen terbatas terkait GBHN.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto (kedua kanan) memberi paparan bersama politisi PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri (kiri), politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lidya Hanifa (kedua kiri) dan DirekturIndo Barometer M. Qodari (kanan) dalam rilis survei kinerja evaluasi 100 hari pemerintahan Jokowi-Amin di Jakarta, Ahad (16/2/2020).
Foto: Antara/Reno Esnir
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto (kedua kanan) memberi paparan bersama politisi PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri (kiri), politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lidya Hanifa (kedua kiri) dan DirekturIndo Barometer M. Qodari (kanan) dalam rilis survei kinerja evaluasi 100 hari pemerintahan Jokowi-Amin di Jakarta, Ahad (16/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rokhmin Dahuri mengatakan partainya berkeyakinan bahwa negeri ini membutuhkan pembangunan jangka panjang. Dia mengatakan, PDIP tidak ingin negara gagal dalam perencanaan tersebut.

Ia menerangkan amandemen terbatas yang terfokus pada GBHN dilakukan guna memastikan bahwa pembangunan terjadi secara berkelanjutan. Sebab selama ini, ia mengatakan, selama ini setiap berganti pemerintahan maka kebijakan pembangunan juga akan berubah.

Baca Juga

Namun, Rokhmin membantah, amandemen gencar disuarakan oleh partai berlogo kepala banteng moncong putih memiliki motif tertentu. Rokhmin memastikan PDIP tidak memiliki agenda tersembunyi berkenaan dengan amandemen UUD 1945 tersebut.

"Buat PDIP, alasan utama GBHN ingin memastikan ada keberlanjutan pembangunan meski ada pergantian pemerintahan," katanya, Ahad (16/2).

Pendapat berbeda diutarakan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya. Dia mewajarkan kalau masyarakat menaruh curiga terhadap amandemen terbatas terkait GBHN tersebut.

Menurutnya, arah pembangunan nasional berlandaskan GBHN berjalan dari atas garis lurus ke bawah. Artinya, sambung dia, GBHN berpotensi membatasi ruang gerak serta visi-misi kepala daerah.

"Gimana kemudian RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) punya ruang mengartikulasikan kepentingan daerah? Gak bisa," kata wali kota Bogor itu.

Dia mengatakan, GBHN hanya akan mengorbankan lebih banyak hal meskipun justifikasinya untuk pembangunan yang efektif. Menurutnya, GBHN akan membuka kotak pandora kemungkinan urusan-urusan lain direvisi.

Sebelumnya, hasil survei yang dilakukan Indobarometer mendapati mayoritas mayoritas publik sepakat bahwa Indonesia memerlukan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk pembangunan. Kendati demikian, masyarakat Indonesia berpandangan bahwa amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih belum perlu dilakukan.

Penolakan amandemen UUD 1945 karena masyarakat masyarakat berpandangan amandemen tidak perlu, amandemen berpotensi mengganggu stabilitas negara, amandemen berbahaya bagi keutuhan negara, amandemen hanya untuk kepentingan politik tertentu.

Publik sepakat GBHN karena pembangunan nasional membutuhkan aturan pasti, GBHN adalah arah dari pembangunan nasional tersebut. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa negara tidak memerlukan GBHN untuk pembangunan dengan alasan pembangunan nasional tetap akan berjalan tanpa GBHN, GBHN diadakan hanya demi kepentingan politik tertentu, GBHN akan membatasi pembangunan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement