Ahad 16 Feb 2020 05:05 WIB

Media Mainstream Terus Didorong Sajikan Informasi yang Benar

Banyak sekali media mainstream yang mengacu pada medsos sebagai sumber berita.

Aliansi Jurnalis Independen
Aliansi Jurnalis Independen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hambatan besar dunia pers di era digital saat ini adalah harus berperang melawan pesaing tangguh yakni media sosial (medsos). Tak hanya itu, tumbuh pesatnya media abal-abal yang juga memainkan perannya sebagai jurnalistik juga menjadi hambatan bagi media mainstream. Berbagai survei telah merilis medsos justru lebih digandrungi untuk mencari informasi dari pada media mainstream. Bahkan di lain pihak, media mainstream justru menjadikan konten di medsos sebagai berita.

Hal ini tentunya akan menyuburkan disinformasi dan mematikan literasi bagi masyarakat. Untuk itu di era sekarang  ini pers dituntut untuk harus bisa menumbuhkan literasi postif bagi masyarakat. Hal ini tentunya supaya  bisa membuat masyarakat tenang tanpa adanay perpecahan demi  menjaga persatuan bangsa.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI),  Abdul Manan mengatakan, tugas wartawan seperti diamanatkan dalam undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers memiliki beberapa fungsi. Yang mana fungsinya antara lain adalah memerdekan informasi, menjadi media pendidikan, dan juga kontrol sosial. Dengan tiga fungsi itu maka wartawan secara naluriah pasti juga menjalankan fungsinya untuk memberikan informasi yang aktual kepada masyarakat dan memberikan informasi yang paling tidak mendekati kebenaran.

“Saya kira wartawan dengan menjalankan fungsi itu saja sebenarnya sudah bisa mengajak masyarakat jadi lebih melek dan juga lebih terliterasi. Dengan begitu wartawan akan mendorong masyarakat untuk bisa menjadi lebih pintar karena masyarakat akan mendapatkan  informasi yang akurat, termasuk informasi yang belum tentu benar,” kata Abdul Manan beberapa waktu lalu.

Manan mengatakan, dengan makin berkembangnya teknologi informasi, banyak sekali media mainstream yang justru banyak mengacu pada medsos sebagai sumber berita. Dengan menjadikan medsos sebagai informasi atau bahan awal untuk berita, sebenarnya bukanlah sebuah ‘dosa’. Namun demikian sebelum informasi itu disampaikan ke publik, maka wartawan tersebut wajib melalakukan verifikasi terlebih dahulu.

“Kalau menggunakan bahan awal dari medsos maka verifikasi itu adalah hal wajib dan standar yang dilakukan oleh wartawan sebelum informasi itu disebarkan ke masyarakat.  Karena saat ini orang dengan mudah bisa membuat akun termasuk membuat posting yang bisa saja misalnya berbahaya. Apa yang disampaikan orang melalui medsos itu belum tentu sesuatu yang faktual,” kata Manan

Manan mengingatkan, penggunaan medsos harus dipakai secara bijak. Jangan sampai karena ada informasi yang hanya karena ramai dan menjadi pebincangan di medsos lalu diangkat untuk diperbincangkan di masyarakat. Karena belum tentu juga apa yang diperbincangkan di medsos itu sesuatu yang menjadi perhatian banyak orang.

Karena menurutnya ukuran medsos itu adalah ukuran sangat mudah dipalsukan. Misalnya trending topic. Hal   itu bisa diciptakan, karena itu sebenarnya sesuatu hal yang bisa ‘dibayar’ untuk membuat sesuatu menjadi trending topik. Hal itu tentunya harus menjadi pertimbangan oleh media mainstream ketika harus menggunakan bahan dari medsos.

“Apalagi misalnya informasinya meragukan. Saya kira dalam hal ini media sikapnya sangat diperlukan. Jangan sampai  media itu dikendalikan oleh agenda di media sosial, yang kita tahu bahwa media sosial itu tidak punya kewajiban untuk patuh kepada kode etik. Karena di media sosial orang boleh saja mengunggah apa saja termasuk sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran,” ujar pria yang juga Redaktur Majalah Tempo ini.

Dikatakan Manan,  jika wartawan mengambil langsung sumber informasi berita dari medsos tanpa melakukan verifikasi lanjutan apakah itu informasinya benar atau  tidak, tentunya hal tersebut adalahsesuati tindakan yang sangat ceroboh. Wartawan tersebut tentu tidak memegang teguh kode etik yang merupkan suatu kewajiban utama wartawan itu menemukan kebenaran.

“Karena salah satu cara untuk menemukan kebenaran itu adalah melalui proses verifikasi. Ketika verifikasi itu tidak dilakukan, apalagi kalau hal tersebut dilakukan secara sengaja, berarti wartawan tersebut berpotensi melanggar kode etik,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement