Jumat 14 Feb 2020 21:34 WIB

Pemkab Jepara Berupaya Tekan Angka Perceraian

Angka penyebab perceraian semakin meningkat didominasi karena faktor ekonomi.

Pemkab Jepara berupaya tekan angka perceraian. Foto: Sejumlah warga mengurus proses perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Senin (3/10).
Foto: Republika/Prayogi
Pemkab Jepara berupaya tekan angka perceraian. Foto: Sejumlah warga mengurus proses perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Senin (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JEPARA -- Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, terus berupaya menekan angka perceraian di daerah setempat yang jumlahnya semakin meningkat dengan dominasi penyebab perceraian karena faktor ekonomi.

"Kami akan menggelar rapat lintas pemangku kepentingan untuk menentukan langkah-langkah komprehensif dan terukur guna mengurangi angka perceraian di Kabupaten Jepara ini," kata Pelaksana Tugas Bupati Jepara Dian Kristiandi di Jepara, Jumat (14/2).

Ia berharap instansi lainnya bisa mendukung agar kasus perceraian di Kabupaten Jepara berkurang. Menurut dia, permasalahan tersebut bisa diselesaikan bersama dengan lintas pemangku kepentingan agar angkanya bisa ditekan.

Tingginya angka perceraian di Kabupaten Jepara, kata dia, memang membuat semua orang prihatin. Dampak dari perceraian tersebut, kata dia, bukan hanya berakibat bagi pasangan suami istri, namun bisa berdampak kepada anak-anaknya.

"Pemerintah memang harus secara komprehensif bergerak bersama agar perceraian ini tidak menjadi sebuah tren di masyarakat," ujarnya.

Kepala Kantor Pengadilan Agama Jepara Imam Syafi'i mengungkapkan jumlah kasus perceraian yang diterima sepanjang tahun 2019 mencapai 2.238 perkara. Jumlah tersebut, kata dia, lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 yang tercatat hanya 2.129 perkara.

Sementara pada tahun ini, kata dia, hingga 12 Februari 2020 sudah ada 291 perkara yang tercatat dengan dominasi penyebab perceraian karena faktor ekonomi. Ia mengatakan ikut prihatin dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Kota Ukir.

"Pernikahan saat ini tak jarang dimaknai sebagian orang bukan sebagai ibadah. Untuk itu, perlu ada perbaikan pola pikir keutuhan rumah tangga bisa dipertahankan hingga akhir hayat," ujarnya.

sumber : ANTARA

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement