Jumat 14 Feb 2020 09:58 WIB

Masa Suram Industri Pariwisata

Pemerintah belum dapat menentukan jumlah kunjungan wisatawan tahun ini karena corona.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah wisatawan menikmati suasana pantai yang terbentuk dari fenomena akresi (penambahan garis pantai dari darat menuju laut akibat sedimentasi bertahun-tahun) di Desa Surodadi, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Selasa (11/2/2020).
Foto: Antara/Aji Styawan
Sejumlah wisatawan menikmati suasana pantai yang terbentuk dari fenomena akresi (penambahan garis pantai dari darat menuju laut akibat sedimentasi bertahun-tahun) di Desa Surodadi, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Selasa (11/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran Corona Virus Disease (Covid) yang terus menelan korban jiwa diakui telah mengguncang industri pariwisata. Tak terkecuali di Indonesia. Ragam destinasi pariwisata yang selama ini ramai dikunjungi turis-turis asal China sontak nihil.

Pemerintah Indonesia sejak Rabu (5/2) lalu resmi melarang penerbangan dari dan ke China dan belum ditentukan sampai kapan diakhiri. Turis-turis China yang sebelumnya berada di Indonesia dipulangkan. Keputusan itu diambil pemerintah demi melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya penularan vorus corona.

Hingga Jumat (14/2), jumlah yang terjangkit virus ini mencapai 64.413 orang di 28 teritorial negara. Sementara korban meninggal telah menembus 1.491 orang. Situasi ini dinilai pemerintah, akan menimbulkan efek berganda dimana para wisatawan akan memilih untuk menunda perjalanan karena khawatir tertular.

Bahkan akibat munculnya Covid-19, pemerintah pun belum bisa menentukan target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk tahun ini. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, menyatakan bahwa virus corona telah menimbulkan situasi yang tidak normal bagi industri pariwisata.

photo
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio.

Berakhirnya penyebaran virus ini pun belum dapat dipastikan kapan akan selesai sehingga makin menimbulkan ketidakpastian. "Penurunannya akan seberapa besar belum ketahuan dan belum ada angka pasti. Ini akan terus bergerak dan kita mesti menghitung secara kompleks," kata Wishnutama beberapa waktu lalu.

Sebagai gambaran, tahun 2019 lalu total kunjungan wisman asal Cina sebanyak 2,072 juta orang dengan tingkat average spending per arrival (ASPA) sekitar 1.400 dolar AS per kunjungan. Jika dikalkulasikan, maka perolehan devisa pariwisata selama setahun yang diperoleh dari turis Cina mencapai 2,8 juta dolar AS.

Wishnutama mengatakan, andai kata larangan terbang akan berlaku selama setahun maka angka itu yang bisa dijadikan pegangan akan potensi hilangnya devisa pariwisata dari Cina. Belum lagi dampak turunan dari wisman negara-negara lain yang tentunya akan ikut menahan diri bepergian ke luar negeri.

"Padahal saat-saat ini adalah booking period untuk liburan musim panas. Jadi nanti akan terlihat saat summer holiday. Sudah mulai terlihat, dari booking online sudah bisa dipelajari," ujar Wishnutama.

photo
Sejumlah wisatawan mancanegara berada di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Fokus pemerintah saat ini mendorong agar para pelaku industri pariwisata dapat tetap bertahan ditengah menurunnya target wisatawan. Kemenparekraf, lanjut dia, akan menyiapkan insentif bagi maskapai penerbangan, penyedia atraksi wisata, serta agen dan operator perjalanan. Pihaknya juga siap untuk memberikan bantuan promosi dengan skema joint promotion.

Hanya saja, detail konkret insentif yang akan diberikan belum dapat dijelaskan pemerintah. "Ini usaha kita untuk bisa menghadapi tantangan virus corona. Tidak mudah, tapi harus kita lakukan yang terbaik," kata Wishnutama.

Di tengah tekanan penurunan jumlah wisman, Wishnutama mengimbau masyarakat Indonesia yang ingin berwisata untuk mengutamakan destinasi pariwisata di dalam negeri.

Pemerintah, katanya, akan berupaya untuk meminta kerja sama maskapai penerbangan agar bisa menurunkan harga tiket dan mengalihkan atau menambah frekuensi penerbangan ke kota-kota yang menjadi destinasi prioritas.

Di Bali, Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam keterangannya menuturkan kunjungan wisman asal China dan Australia praktis mengalami penurunan signifikan. Padahal, sektor pariwisata menyumbang sekitar 70 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Bali.

Menurut dia, dampak lesunya pariwisata berbeda-beda di setiap daerah. Di Ubud dan Sanur, penurunannya sekitar 3-5 persen dan 9-10 persen. Adapun dampak yang paling besar terjadi di Kuta dan benar-benar menurunkan pendapatan pelaku pariwisata. "Di sejumlah kawasan, beberapa restoran dan hotel mengambil langkah meliburkan pegawainya," katanya.

photo
Sejumlah wisatawan berada di kawasan wisata Pantai Jimbaran, Badung, Bali, Ahad (29/12/2019)

Pakar Pariwisata Universitas Andalas, menyebut bahwa industri pariwisata memang akan dihantui ketidakpastian. Sebab perlu disadari bahwa sektor pariwisata sangat rentan terhadap krisis bencanan alam hingga krisis kesehatan seperti yang terjadi saat ini.

Faktor eksternal Covid-19 yang menjadi isu dunia mempengaruhi persepsi risiko perjalanan secara global. Meski demikian, Sari menilai di tengah ketidakpastian tentu memberikan peluang bagi Indonesia. Sebab hingga saat ini masyarakat Indonesia di Tanah Air belum ada yang dinyatakan tertular virus corona.

Kelebihan itu dapat digunakan pemerintah untuk meyakinkan wisatawan dunia, kecuali China, agar mau berwisata ke Indonesia. "Setelah virus ini mulai mereda, pemerintah harus berani declare bahwa berwisata di Indonesia aman," katanya. 

photo
Sejumlah wisatawan dari negara China antre saat memasuki pintu terminal keberangkatan Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (29/1/2020).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement