REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Lampung, ternyata belum memiliki dokter spesialis pada Ruangan Rehab Medis. Kekosongan dokter spesialis di ruangan tersebut, menyebabkan terhambatnya kerja medis dalam penanganan pasien kegawatdaruratan.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPRD Lampung dengan Direksi RSUD Abdul Moeloek Lampung dan BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung, Kamis (13/2). Anggota Komisi V Deni Ribowo mempertanyakan keberadaan ruangan Rehab Medis yang dimiliki RSUD Abdul Moeloek apakah ada dan tersedia dokter dan perawatnya.
RDP Komisi V tersebut membahas tentang isu yang merebak di media pers dan media sosial terkait dengan meninggalnya pasien BPJS Rezki Meidiansori (21 tahun) di selasar RSUD Abdul Moeloek pada Senin (10/2). Kematian Rezki tersebut tersebar kabar berita karena diduga telantar tidak ada perawatan dari pihak rumah sakit.
"Saya ingin tanya dulu apakah RSUD Abdul Moeloek tersedia ruangan rehab medis, dan apakah ada dokter spesialis yang menangani langsung di ruangan tersebut setiap saat," kata Deni Ribowo, politisi dari Partai Demokrat dengan lantang.
Menurut dia, kehadiran pasien kegawatdaruratan atau emergensi tersebut harus ditangani langsung dokter yang setiap saat berada di tempat atau ruangan tersebut seperti ruangan rehab medis. Kasus ini akan berulang kalau ketersediaan atau keberadaan ruangan Rehab Medis tersebut masih bermasalah.
Direktur Pelayanan RSUD Abdul Moeloek Lampung dr Pad Dilangga menjawab pertanyaan anggota komisi tersebut, RSUD Abdul Moeloek memiliki ruang Rehab Medis. Namun, dia mengakui, belum tersedian dokter khusus atau spesialis yang sedia menjaga di ruangan tersebut.
"Kalau ruang rehab medis ada, tapi kami akui dokter spesialis di ruangan tersebut memang masih kosong. Kami masih mencari dokter yang siap ditempatkan di sana," kata dr Pad Dilangga.
Menurut dia, di Lampung dokter yang siap siaga menjaga ruang Rehab Medis tersebut hanya sedikit sekali dan berada di daerah seperti Pringsewu dan Lampung Timur. Dia mengatakan, pihak rumah sakit kesulitan mencari dokter spesiali tersebut dan telah melakukan perekrutan dokter untuk ditempatkan di ruang Rehab Medis.
Deni Ribowo menanggapi hal tersebut, wajar kalau RSUD Abdul Moeloek Lampung belum siap menangani pasien secara emergensi karena memang tidak ada dokter yang berada dan siap di tempat itu. Dia berharap, RSUD Abdul Moeloek segera melakukan perekrutan atau mencari dokter tersebut agar pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada rakyat miskin terlayani dengan baik, tidak telantar seperti kemarin.
RSUD Abdul Moeloek Lampung, ujar dia, sudah berkelas akreditasi A. Artinya, fasilitasn medis dan sumber daya manusianya harus siap. Tidak ada lagi istilah tidak ada dokter dan tidak ada peralatan medis, apalagi kekurangan ruangan untuk pasien. Sebab, kata dia, pasien rujukan tersebut sudah dipastikan tersedia ruangan di rumah sakit.
Suprapto, anggota Komisi V lainnya, mengkritik RSUD Abdul Moeloek tidak menutup-nutupi jumlah ruangan dalam rumah sakit. Pihak rumah sakit harus mempublikasikan kepada yang berobat bahwa jumlah ruangan tersedia tempat perawatan atau kosong.
"Sebaiknya rumah sakit mengumumkan, ruang tersedia berapa, jumlah bed kosong berapa, agar pasien dan keluarganya tahu. Tidak ada ditutup-tutupi," kata politisi PAN tersebut.
Anggota Komisi V DPRD Lampung juga mempertanyakan adanya isu "dagang bed", sebab isu tersebut selalu terungkap di kalangan rumah sakit, setiap ada pasien yang berobat selalu ruangan penuh, tidak ada bed. Namun, setelah ada nego, bed baru tersedia.
Hal tersebut dibantah dr Pad Dilangga. Menurut dia, tidak ada dagang ruangan atau dagang bed di RSUD Abdul Moeloek. "Saya kira tidak ada istilah itu, kami layani sesuai dengan fasilitas yang ada dan ketentuan jaminan pasien tersebut," ujarnya.