REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gunung Merapi kembali mengeluarkan letusan pada Kamis (13/2) pagi. Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida menilai, letusan-letusan masih berpotensi terjadi.
Letusan Kamis pagi sendiri terjadi pada 05.16 WIB, tercatat di seismograf dengan amplitudo 75 milimeter dan berdurasi 150 detik. Lontaran material erupsi teramati terjadi dalam radius satu kilometer dari puncak Gunung Merapi.
"Kolom asap letusan teramati setinggi dua kilometer dengan angin saat kejadian mengarah ke barat-laut," kata Hanik, Kamis (13/2).
Untuk mengantisipasi gangguan abu vulkanik terhadap penerbangan, Volcano Observatory Notice for Aviation (NOVA) sempat diterbitkan dengan kode warna orange. Hujan abu dilaporkan terjadi di sekitar radius 10 kilometer.
Terutama, lanjut Hanik, di sektor selatan seperti Desa Hargobinangun, Desa Glagaharjo dan Desa Kepuharjo. Sebelum ini, pada September-November 2019 terjadi pula letusan eksplosif sebanyak empat kali.
Diiringi aktivitas kegempaan vulkanik lebih dari 1,5 kilometer. Pertengahan Desember 2019 sampai pertengahan Januari 2020, kembali terjadi peningkatan aktivitas kegempaan vulkanik dalam diikuti peningkatan aktivitas permukaan.
Seperti gempa guguran, hembusan, frekuensi rendah, fase banyak dan gempa vulkanik-tektonik dangkal. Data observasi menunjukkan kelanjutan aktivitas intrusi magma menuju permukaan atau fase ketujuh selama periode 2018-2020.
"Kejadian letusan semacam ini masih dapat terus terjadi sebagai indikasi suplai magma dari dapur magma masih berlangsung," ujar Hanik.
Hanik mengingatkan, ancaman bahaya letusan-letusan ini masih berupa lontaran material vulkanik dan awan panas. Jangkauannya diperkirakan masih kurang dari tiga kilometer yang bersumber dari bongkaran material kubah lava.
Meski begitu, Hanik meminta masyarakat untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa di luar radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi. Serta, mengamati aktivitas terkini dari sumber-sumber yang terpercaya.