Kamis 13 Feb 2020 21:14 WIB

Gugatan Revisi UU KPK, MK Diminta Lihat Kebatinan Publik

MK dinilai perlu bertanya ke pemerintah dan DPR mengapa UU KPK mendapat penolakan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Konstitusi Demokrasi (KODE) inisiatif, Veri Junaidi berharap Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hanya melihat dari dokumen formil dalam memeriksa pengujian gugatan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru. MK dinilai perlu melihat sisi kebatinan.

"Tapi juga harus membaca suasana kebatinan yang muncul di ruang publik," ujar Veri di Jakarta, Kamis (13/2).

Baca Juga

Menurut Veri, MK perlu melihat pengujian formil undang-undang KPK yang telah direvisi apakah sudah mewakili kepentingan publik yang luas atau tidak. "Jadi MK tidak boleh kemudian dia mempersempit proses pembuktian aspiratif atau tidaknya itu dengan dokumen-dokumen formil," katanya.

Selain itu, MK juga harus meminta kepada DPR dan Pemerintah untuk menjelaskan mengapa kemudian muncul di dalam publik yang luas sehingga RUU ini ditolak oleh masyarakat dan menimbulkan kegaduhan luar biasa.

"MK harus meminta DPR dan pemerintah untuk membuktikan apakah sudah aspiratif bahkan melalui dokumen-dokumen formil mereka RDPnya kemana? jangan-jangan RDP runyam itu hanya kepada satu elemen yang pro atau mendukung mereka," ujarnya.

Tak hanya itu, faktor tidak hadirnya pimpinan KPK saat pembahasan revisi Undang-undang KPK sangat penting untuk dilihat MK. Sebab, hal tersebut juga bisa memengaruhi hal-hal sangat substansial.

"Kalau pimpinan KPK pada waktu itu saja mereka tidak diundang apalagi hal-hal yang sangat substansial terkait dengan proses pembahasan undang-undang ini pasti tidak akan dilakukan," tuturnya.

Sementara mantan Komisioner KPK Laode M Syarif yang juga hadir  dalam kesempatan sama  dengan tegas menyebut DPR dan pemerintah sangat tidak memiliki etika, ketika mengenyampingkan peran KPK dalam pembahasan UU itu.

Syarif juga mengaku ketika rapat terakhir jelang masa tugas kepemimpinan era Agus Rahardjo Cs, dengan Komisi III DPR RI, sempat dilobi salah oleh salah satu anggota DPR terkait polemik revisi UU KPK.

Oleh karenanya, Syarif meminta masyarakat dapat menilai apakah KPK atau pemerintah dan DPR yang berbohong dalam pengesahan UU KPK Baru telah melibatkan KPK. "Jadi kalau masyarakat ingin menilai siapa pembohong, mereka pembohong. Bohongnya tak sedikit, banyak sekali. Jadi kalau mereka bilang sudah konsultasikan, tidak ada konsultasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement