REPUBLIKA.CO.ID, KOTA PEKANBARU -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Riau, Dr Erdianto Effendy SH MH, berpendapat saatnya kini penegak hukum bersikap tegas untuk menindak para pengguna jasa. Jika tidak ada pengguna maka prostitusi akan tutup dengan sendirinya.
"Sebab selama ini kasus prostitusi tidak pernah berhenti, lebih juga akibat pengaturannya dalam hukum pidana Indonesia lemah dan hanya menjerat pelaku dan penyedia jasa prostitusi, sehingga kasus ini sulit untuk dituntaskan," kata dia di Pekanbaru, Kamis (13/2).
Pendapat demikian dia sampaikan terkait temuan oleh Polres Metro Jakarta Selatan tentang korban prostitusi (dengan menggunakan aplikasi dengan korban anak) di kamar nomor 10 AV lantai 10 Apartemen Kalibata City, Jakarta. Tepatnya di Menara Jasmine. Empat pelaku sudah diringkus dalam kasus ini. Mereka adalah NA, MTG alias Ferdi, AS, dan JF.
Menurut Effendy, terbongkarnya praktik prostitusi bermula dari laporan orang hilang diterima Polres Metro Depok pada 22 Januari 2020. Dari laporan itu polisi menyelidiki dan menemukan bahwa korban JO, AS, dan NA, berada di kamar nomor 10 AV lantai 10, Apartemen Kalibata City.
"Dalam UU Perlindungan Anak, mereka yang mencabuli atau menyetubuhi anak dapat dipidana minimal lima tahun terlepas ada persetujuan atau tidak, namun demikian pengguna patut dihukum karena mereka juga turut bersalah," katanya.
Sedangkan perlindungan yang perlu segera diberikan pada korban, katanya lagi, bahwa korban berhak untuk direhabilitasi mental dan fisiknya. Sementara itu, kondisi fisik para korban, berdasarkan keterangan polisi bahwa korban disundut rokok, ditampar, digigit, ditonjok hidung, ditendang kaki, didorong dengan lutut dengan posisi tangan diikat.