Kamis 13 Feb 2020 16:27 WIB

Sohibul: Kepala BPIP tak Pantas Sebut Agama Musuh Pancasila

Sohibul mengatakan orang yang beragama tidak akan mungkin melontarkan pernyataan itu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Presiden PKS - Sohibul Iman.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Presiden PKS - Sohibul Iman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengkritik pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi tentang agama sebagai musuh terbesar Pancasila. Menurutnya, pernyataan tersebut tak pantas dilontarkan oleh kepala BPIP.

Salah satu tugas utama BPIP adalah merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. "Hal semacam itu hanya pantas dikatakan oleh mereka yang tidak memiliki agama atau mereka yang justru menentang Pancasila," ujar Sohibul, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2).

Baca Juga

Ia menilai, orang yang beragama tidak akan mungkin melontarkan pernyataan seperti itu. Sebab, agama juga dinilai sebagai landasan terbentuknya Pancasila.

"Kalau orang yang beragama, kemudian dia mendukung Pancasila saya kira tidak akan mengatakan seperti itu," ujar Sohibul.

Kendati demikian, Sohibul tak ingin langsung menyalahkan Yudian atas pernyataannya. Sebab, ia mengaku akan menunggu klarifikasi dari kepala BPIP itu.

"Saya masih ingin mengklarifikasi itu, ingin mencari informasi yang sebenernya seperti apa. Terus terang saya tidak ingin percaya bahwa itu disampaikan oleh seorang Kepala BPIP," ujar Sohibul.

Sebelumnya, Yudian telah mengklarifikasi soal pernyataannya tersebut. Menurut Yudian penjelasannya yang dimaksud adalah bukan agama secara keseluruhan, tetapi mereka yang mempertentangkan agama dengan Pancasila.  

Karena, menurutnya dari segi sumber dan tujuannya Pancasila itu religius atau agamis. "Karena kelima sila itu dapat ditemukan dengan mudah di dalam kitab suci keenam agama yang telah diakui secara konstitusional oleh negara Republik Indonesia," tegas Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dengan demikian, menurut Yudian, Pancasila adalah penopang. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kesetiaan atau bahasa lainnya sekuler, tetapi bukan sekularisme.

Selain itu, membutuhkan ruang waktu, pelaku, anggaran dan juga perencanaan. "Kasih contoh kita mau mewujudkan persatuan Indonesia, maka kita cari siapa panitianya kapan tempatnya, anggarannya seperti apa, acaranya apa itu namanya urusan manusia dan manusia di sini berarti manusia Indonesia," terang Yudian.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement