REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Sejarawan Pontianak, Syafaruddin Usman menyatakan makam seorang tokoh atas nama Sipan dan istri yang diketahui sebagai pendiri Kampung Tengah (kini Kelurahan Tengah), Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Provinsi Kalbar, ditemukan. Makan itu menurutnya dalam kondisi memprihatinkan, yakni berada di pinggir sebuah parit.
"Kemarin setelah menemukan makam ini, saya langsung menghubungi beberapa pejabat dan semua menyatakan apresiasi dan menyarankan agar makam tersebut agar dipindahkan saja, supaya lebih terurus," kata Syafaruddin Usman di Pontianak, Rabu (12/2).
Ia menjelaskan, seharusnya masyarakat belajar dari orang Jepang, begitu dapat informasi maka bertindak dan berbuat, apalagi untuk seorang tokoh.
"Kita ini bangsa yang besar yang menghargai jasa pahlawan bangsanya. Kami sebagai masyarakat biasa, apalah daya dan tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga dengan temuan makam salah seorang tokoh ini, maka langkah selanjutnya harus menjadi perhatian oleh pemerintah," katanya.
Ia menceritakan pada zaman kolonial dulu, Kota Pontianak awalnya hanya terdiri dari beberapa kampung atau juga dikenal dengan kota tanah seribu, karena luasnya hanya sekitar 1.000 meter persegi saja.
"Kemudian pada awal tahun 1890, berdatanganlah masyarakat dari tanah Jawa, yakni dari Magelang, Madiun dan beberapa daerah lain. Mereka kemudian bermukim di Kampung Jawa atau yang dikenal dengan Sumurbor saat ini," ungkapnya.
Tidak berketurunan
Tetapi, menurut dia, diantara masyarakat pendatang Jawa itu ada yang namanya Sipan beserta istri yang menetap di situ, kemudian membuka kawasan lain dan yang kini dinamakan Kampung Tengah kemudian ada Kampung Darat, dan Kampung Laut.
"Pada saat itu masyarakat yang ada di tempat tersebut lebih mengenal namanya dengan Gang Sipan atau Kampung Sipan dan sangat melegenda sekali, setelah Pak Sipan wafat pada 1903, nama daerah yang dulu dihuninya berubah nama menjadi Jalan Kutilang, sedangkan Gang Tengah sendiri menjadi Jalan Cendrawasih persimpangan dengan Rajawali," katanya.
Ia menambahkan dalam perkembangan kemudian, Pak Sipan yang tidak meninggalkan keturunan ini dimakamkan di jalan setapak, seiring dengan perkembangan kota kolonial yang semakin melebar, sehingga letak makamnya seolah-olah terletak di tengah-tengah pusat kota.
"Mirisnya, pada hari ini yang kita lihat makam Pak Sipan ini dipenuhi dengan sampah dan bau yang tidak mengenakkan, konon makam ini terletak di depan sebuah rumah yang mentereng mewah dan juga hampir jatuh ke parit kecil yang bernama Parit Kutilang atau sekarang dikenal Parit Rajawali," ujarnya.
Kawasan ini kemudian berkembang di mana jumlah penduduknya ini lebih banyak penduduk Melayu di sebelah Rajawali lebih banyak penduduk India atau Tamil. Di sekelilingnya lebih banyak penduduk Tionghoa tapi sebagian besar disini adalah masyarakat Bugis, katanya.
"Pada masa itu dimakamkan Pak Sipan di tengah-tengah kampung yang mereka bangun, atau di daerah rumah tinggal dia dulu yang sekarang sudah tidak tersisa lagi. Dan kini makamnya tunggal, hanya dia dan istrinya dan tidak ada makam lainnya," katanya.
Sementara itu, Uray Sabirin Saleh salah seorang warga sekitar menyatakan, makam tersebut terkesan tidak terurus sehingga terkesan angker.
"Dulu makam tersebut ada tulisan Arab yang bahan makam itu dari kayu belian atau yang dikenal dengan kayu ulin," ujarnya.