Rabu 12 Feb 2020 23:01 WIB

Pemprov DKI Diminta Tindak Pengembang Abaikan Fasos Fasum

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta tindak pengembang yang abaikan fasos fasum.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Tanah Fasos dan Fasum - ilustrasi
Foto: Rusdy Nurdiansyah
Tanah Fasos dan Fasum - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) lebih serius lagi dalam melaksanakan penagihan terhadap pemanfaatan fasilitas sosial (Fasos) dan fasilitas umum (Fasum) oleh pengembang. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Dany Anwar bersama Asisten Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah DKI Jakarta dan jajaran Pemerintah Kota (Pemkot).

Dany menyebut salah satu kendala yang dihadapi adalah rumitnya mekanisme dan dasar hukum yang kurang kuat untuk melaksanakan penagihan. Seperti yang terjadi di Pemkot Jakarta Utara, dimana penagihan pemanfaatan Fasos Fasum terkendala payung hukum yang saat ini hanya beralaskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum.

Baca Juga

"Sementara mereka mengatakan sampai sejauh ini tidak pernah diturunkan Pergub-nya berkaitan dengan pemberian sanksi. Padahal di dalam Perda itu jelas tercantum kalau tanah yang ditelantarkan setelah dikeluarkan SIPPT-nya itu tidak dikerjakan, maka berdasarkan Perda itu harusnya bisa diambil paksa, tapi untuk melakukan hal itu harus ada turunan dari peraturan nomor 7 tahun 2012 yaitu Pergub-nya sejak dihasilkan itu tidak pernah ada," ujar Dany di gedung DPRD DKI, Rabu (12/2).

Karena itu, Komisi A mengimbau agar Pemprov DKI Jakarta segera menginventarisasi titik lokasi yang masih terkendala dalam proses penyerahan fasos fasum oleh pengembang. Terlebih, persoalan fasos fasum di DKI Jakarta juga sejauh ini masih menjadi salah catatan khusus Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI meski mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) penggunaan APBD.

"Dua tahun berturut-turut ini Pemprov DKI Jakarta mendapatkan WTP dalam laporan keuangan nya. Kita khawatir kalau fasos fasum ini tidak clear (selesai), maka ini menjadi penghambat Pemprov DKI untuk mendapatkan predikat itu," jelasnya.

Dengan demikian, Dany menyatakan Komisi A dalam waktu dekat akan mengundang seluruh jajaran pemerintah kota administrasi untuk mengecek hal ini. Ia menyebut, Komisi A DPRD DKI akan mencoba mengidentifikasi oknum pengembang yang belum memenuhi kewajiban penyerahan fasos fasum aset kepada Pemprov DKI.

"Ini baru satu wilayah (Jakarta Utara), kita akan undang lima wilayah agar kami bisa bantu mana pengembang yang terindikasi nakal, artinya tidak mau menyerahkan fasos fasum. Jika seperti ini ditemukan, kami akan merekomendasikan kepada Pemprov DKI Jakarta agar pengembang seperti ini tidak perlu diberikan SIPPT-nya," ungkap Dany.

Di lokasi yang sama, Sekretaris Kota (Sekko) Jakarta Utara Desi Putra menerangkan bahwa pihaknya sejauh ini terus bekerja optimal menginventarisir penyerahan fasos fasum yang belum diserahkan pengembang di wilayahnya. Ia mengatakan, berdasarkan hasil inventarisasi audit Badan Pemerika Keuangan (BPK) RI di tahun 2016, ada sebanyak 255 nama pemegang Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang tersebar di Jakarta Utara.

Sedangkan, sebanyak 42 SIPPT berstatus masuk Berita Acara Serah Terima (BAST) di bulan Oktober-Desember 2016. Hingga saat ini, lanjut dia, masih menyisakan 167 pemegang nama SIPPT berstatus belum menyerahkan kewajiban kepada Pemprov DKI. "Yang belum kita tagihkan hingga saat ini memang ada kendala-kendala,salah  satunya masih terdapat pemegang SIPPT yang alamatnya tidak jelas. Kita sudah cari terus tapi alamatnya tidak ditemukan, dibantu kelurahan juga sama dan ada juga yang sudah mengalihkan tanpa sepengetahuan kita tidak melaporkan," katanya.

Meski demikian, pihaknya masih berharap mekanisme penagihan fasos fasum bisa dilakukan secara satu pintu sehingga proses penagihan bisa dilakukan secara efektif. Pasalnya, ada prosedur wajib perlu dipenuhi para pemegang SIPPT dan dinilai memberatkan lantaran ada proses penetapan peta bidang bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), penyertaan rekomendasi teknis yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan PTSP (PM-PTSP) Provinsi hingga pengajuan izin mendirikan prasarana oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.

"Makanya kami harap ada pendelegasian kewenangan (penagihan) ke tingkat kota. Jadi kita tidak perlu menunggu dari PTSP Provinsi, tapi dari tingkat kota bisa mengeluarkan maka itu bisa mempercepat proses SIPPT ataupun pengajuan izin prasarana di suku dinas juga sudah bisa," ujarnya.

Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan Setda Provinsi DKI Artal Reswan Soewardjo mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan sejumlah Satuan dan Unit Kerja Perangkat Daerah terkait di bidang aset hingga jajaran Walikota. "Masukan-masukan yang kami dapatkan hari ini akan menjadi catatan evaluasi bagi kami. Tentunya kami akan berkoordinasi dengan asisten bidang terkait dan dinas terkait, dan kami menunggu undangan formal selanjutnya," kata Reswan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement