Selasa 11 Feb 2020 22:20 WIB

Pengelolaan Perikanan di Laut Cina Selatan Perlu Disepakati

Ikan yang banyak terdapat di Laut Cina Selatan adalah jenis ikan pelagis.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Muhammad Fakhruddin
Nelayan melintas di dermaga kecil di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Nelayan melintas di dermaga kecil di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.

REPUBLIKA.CO.ID,SUKABUMI--Anggota Komisi IV DPR RI Slamet mendorong pemerintah melakukan kajian kemungkinan menyepakati adanya Zona Pengelolaan Perikanan Bersama di ZEE Laut Cina Selatan dengan negara-negara tetangga. Langkah ini untuk mengurangi ketegangan di zona yang rawan potensi konflik tersebut.

Seperti diketahui Laut Natuna merupakan bagian dari Laut China Selatan dan merupakan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711 yang memiliki potensi ikan lestari yang cukup besar, yakni mencapai 1,2 juta ton. Namun di sisi lain belum selesainya kesepakatan batas laut Indonesia dengan beberapa negara tetangga di sekitar Laut China Selatan menyebabkan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan laut teritorial Indonesia rawan dimasuki kapal ikan asing.

''Pemerintah melakukan kajian kemungkinan menyepakati adanya Zona Pengelolaan Perikanan Bersama di ZEE Laut Cina Selatan dengan negara-negara tetangga,'' ujar Anggota Komisi IV DPR, Slamet kepada wartawan di Sukabumi, Selasa (11/2). Kesepakatan ini penting sebagai upaya kerja sama mengelola potensi perikanan sekaligus solusi untuk mengurangi ketegangan di zona yang rawan potensi konflik tersebut.

Sejauh ini kata Slamet, perdebatan di zona tersebut berkutat pada batas antar negara, persoalan hak kedaulatan. Sehingga perlu melihat persoalan ini melalui sudut pandang lain, khususnya terkait manajemen perikanan.

Dari sudut pandang perikanan, menurut Slamet, ikan yang banyak terdapat di zona tersebut adalah jenis ikan pelagis. Ikan pelagis besar (tuna) dan pelagis kecil (cakalang, layang dan lain-lain) merupakan hewan transboundary spesies atau jenis ikan yang lintas batas. 

Sebab karakter ikannya seperti itu maka pengelolaannya juga perlu dilakukan secara lintas batas administratif negara. Kerjasama pengelolaan zona perikanan antar negara, lanjut Slamet, sudah banyak diterapkan oleh negara-negara zona batas lautnya beririsan misalnya  Korea Selatan - Cina, Korea Selatan - Jepang dan Cina - Jepang.

Selain itu pada tahun 2012 Indonesia dan Malaysia juga menyepakati MoU terkait Pedoman Umum Tentang Penanganan Terhadap Nelayan Oleh Lembaga Penegak Hukum Di laut Republik Indonesia Dan Malaysia yang kemudian dikuatkan kembali oleh Menteri Susi Pudjiastuti pada tahun 2019. 

"Kalau Zona Pengelolaan Perikanan Bersama di ZEE Laut Cina Selatan bisa disepakati, maka bukan saja memberikan rasa aman kepada nelayan Indonesia untuk menangkap ikan juga membangun sebuah dimensi pertahanan maritim,'' ujar Slamet. Khususnya pada daerah batas laut antar negara ASEAN yang pembahasannya masih terus berlangsung hingga sekarang. Di samping itu juga memberikan kepastian dalam penegakan hukum terhadap kesepahaman yang sudah disepakati bersama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement