Selasa 11 Feb 2020 18:44 WIB

KPK Kembali Panggil Zulhas di Jumat Pekan Ini

KPK melayangkan surat panggilan ketiga terhadap Zulkifli Hasan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi telah melayangkan surat panggilan ketiga untuk Zulkifli Hasan. Ketua Umum PAN itu akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka PT. Palma Satu, anak usaha dari grup PT. Duta Palma Group terkait kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 

Sebelumnya, Zulhas sapaan akrabnya tak bisa memenuhi dua panggilan KPK. Penyidik KPK pun melayangkan surat pemanggilan saksi untuk ketiga kalinya untuk mantan Ketua MPR RI itu. Zulhas dijadwalkan sebagai saksi pada Jumat (14/2) nanti.

Baca Juga

Plt Juru Bicara KPK  Bidang Penindakan Ali Fikri berharap Zulhas tak ingkar janji dan memenuhi panggilan KPK. "Kami meyakini yang bersangkutan hadir. Kita tunggu kehadirannya untuk berikan keterangannya terkait dengan dugaan korupsi dialih fungsi hutan 2014 di Kementerian Kehutanan," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (11/2).

KPK, sambung Ali, bisa memahami atas ketidakhadiran Zulkifli Hasan. Menurutnya, saat panggilan kedua Zulhas sudah mengirimkan surat kepada KPK tidak bisa menghadiri karena alasan tertentu.

Ali pun enggan berandai Zulhas kembali tidak memenuhi panggilan penyidik. Namun, Ali mengingatkan terdapat aturan yang membuka ruang bagi KPK menjemput paksa terhadap saksi yang tiga kali mangkir dari panggilan penyidik tanpa alasan yang patut.

"Jadi begini ya, panggilan pertama kan mengatakan tidak sampai. kemudian panggilan kedua sampai, tetapi ada konfirmasi. Jadi itu sudah anggap memenuhi panggilan. Panggilannya kapan? Tanggal 14 Februari. Kami yakini beliau akan datang. Jika tidak datang, tentunya nanti akan ada panggilan kedua nanti. Setelah itu, baru nanti kita lakukan upaya-upaya lain sesuai KUHAP," tegasnya.

Ali Fikri mengatakan, keterangan Zulhas dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka PT. Palma Satu, anak usaha dari grup PT. Duta Palma Group dan pemiliknya Surya Darmadi. Diketahui, saat kasus suap ini terjadi, Zulhas menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

Menurut Ali, panggilan pemeriksaan ini dapat menjadi ruang bagi Zulhas untuk menjelaskan mengenai hal yang diketahuinya terkait praktik suap alih fungsi hutan di Riau. Diketahui, saat menjadi Menteri Kehutanan, Zulhas  menandatangani soal Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 673/2014  pada 8 Agustus 2014. SK ini diduga menjadi pintu masuk terjadinya praktik suap alih fungsi hutan di Riau.

"Bagaimana pun juga keterangannya (Zulhas) sangat penting dibutuhkan untuk lebih jelasnya sebagai saksi karena sebagai saksi tentunya kami memanggil kepentingannya adalah sesuai dengan KUHAP orang yang mengetahui, melihat ataupun merasakan langsung terkait dengan peristiwa ya rangkaian perbuatan, kemudian rangkaian-rangkaian peristiwa yang kemudian kami tersangkakan kepada antara lain korporasi PT Palma ini," kata Ali.

Diketahui, selain korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Darmex Group/ PT Duta Palma, Surya Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta. Penetapan  tersangka terhadap ketiga pihak tersebut merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap alih fungsi hutan Riau yang sebelumnya menjerat Annas Maamun selaku Gubernur Riau dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung serta Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli Siahaan.

Surya Darmadi bersama-sama Suheri diduga menyuap Annas Maamun sebesar Rp 3 miliar melalui Gulat Manurung. Suap itu diberikan terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan.

Atas perbuatannya, PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Sementara, Surya Darmadi dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement