Selasa 11 Feb 2020 17:38 WIB

Menkes: Setiap Negara Punya Metode Berbeda Tangani Wabah

Menkes memastikan metode Indonesia dalam menangani wabah sesuai standar dunia.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memastikan metode Indonesia dalam menangani wabah sesuai standar dunia.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memastikan metode Indonesia dalam menangani wabah sesuai standar dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tidak membantah hasil studi dari peneliti Harvard University AS terkait keberadaan virus corona tipe baru. Akan tetapi, dia menyayangkan adanya anggapan ketidakmampuan suatu negara dalam menangani kasus tersebut.

"Kalau ada orang lain mau melakukan survei, riset, dan dugaan ya silakan saja, tapi janganlah mendiskreditkan suatu negara. Itu namanya menghina itu," kata Terawan usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Gedung Grand Kebon Sirih Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Setiap negara memiliki sistem dan metode yang tidak seragam dalam menangani suatu wabah. Namun, untuk meneliti suatu virus, Terawan mengatakan, Indonesia memiliki laboratorium dan peralatan yang sudah berstandar internasional.

Dokter militer itu juga mempersilakan pihak-pihak luar, termasuk Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) yang ingin menyaksikan proses Kementerian Kesehatan meneliti virus corona.

"Tapi kalau disuruh bandingkan ke negara lain itu ada yang namanya MTA, material transfer agreement, tidak boleh material itu dibawa ke luar, itu ada perjanjiannya. Mereka silakan kalau mau ke sini, silakan," ucapnya.

Penelitian terhadap virus corona dilakukan Kemenkes di Laboratorium BSL 3 (Biosafety Level 3). Laboratorium tersebut juga pernah digunakan untuk meneliti virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang disebabkan oleh virus corona.

"Prinsipnya kita sangat transparan, silakan yang mau memeriksa Laboratorium BSL 3 kita. Wong negara lain sudah mengakui, WHO juga sudah mengakui. Kalau ada yang mau survei, riset, dan menduga ya silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara," ujarnya menegaskan.

Lima peneliti dari Harvard TH Chan School of Public Health, Harvard University melakukan riset terhadap penyebaran 2019 novel coronavirus (2019-nCov) yang awalnya ditemukan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Dalam laporan jurnal dengan judul Using predicted imports of 2019-nCoV cases to determine locations that may not be identifying all imported cases, disebutkan wabah akibat virus corona meningkat drastis hingga mencapai lebih dari 75 ribu kasus pada 25 Januari 2020 dan menyebabkan Kota Wuhan diisolasi.

Pada 4 Februari 2020, kasus tersebut menjadi wabah internasional dengan laporan telah terjadi di 28 negara. Penelitian tersebut menggunakan model Poisson, dengan menghitung jumlah kasus 2019-nCoV yang terkonfirmasi di luar daratan China terhadap jumlah penumpang penerbangan internasional langsung dari Bandara Wuhan ke negara lain.

Diskusi hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif antara jumlah penumpang yang melakukan perjalanan udara dari Wuhan terhadap meningkatnya kasus corona di negara lain. Negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan diperkirakan terdapat kasus corona dengan lebih dari penghitungan 95 persen interval prediksi (PI).

"Di Indonesia dan Kamboja, yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan selama wabah corona merebak, jumlah kasusnya berada di bawah batas 95 persen PI dan dilaporkan satu sampai nol kasus hingga kini," demikian ditulis dalam hasil riset tersebut.

Penelitian tersebut merekomendasikan Indonesia dan Kamboja untuk memperketat pengawasan dan pengendalian untuk memastikan kasus corona terdeteksi.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement