Selasa 11 Feb 2020 15:44 WIB

Kejakgung Belum Temukan Tersangka Fee Broker Jiwasraya

Kejakgung menyatakan penyidik bau sebatas memeriksa saksi terkait uang jasa itu.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ratna Puspita
Asuransi Jiwasraya. Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan tersangka dalam penerimaan fee broker saham dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Asuransi Jiwasraya. Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan tersangka dalam penerimaan fee broker saham dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum menemukan tersangka dalam penerimaan fee broker saham dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Direktur Penyidikan Direktorat Tindak Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febri Adriasnyah mengatakan, saat ini tim baru sebatas memeriksa saksi-saksi terkait uang jasa pembelian saham tersebut.

“Ada tiga nama yang pernah kita periksa. Itu sudah dari Kejati (Kejaksaan Tinggi) pemeriksaannya dan sampai sekarang masih saksi,” ujar Febri saat dijumpai di Kejakgung, Jakarta, pada Selasa (11/2).

Baca Juga

Ia pun menerangkan tiga nama tersebut, yakni berinisial GLA, ERN, dan BH. “Masih saksi. Belum tersangka,” sambung dia. 

Lantaran masih sebagai saksi, Febri mengaku lupa nama lengkap inisial tersebut. Namun, Febri menerangkan, tiga nama tersebut mantan pegawai Jiwasraya yang mengurusi penjualan produk asuransi.

Febri menerangkan, terkait fee broker tersebut, Kejakgung memang menduga adanya penerimaan ilegal senilai Rp 50-an miliar terkait dengan penjualan produk asuransi Jiwasraya. Febri mengaku lupa rincian uang tersebut terbagi ke berapa nama.

“Ya itu yang sedang dicari. Penyidik juga masih mencari dasar perbuatan itu (menerima fee broker) dibolehkan atau tidak di Jiwasraya,” terang Febri. 

Terkait tentang fee broker ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menyampaikan. BPK mengatakan, fee broker menjadi salah satu penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan PT Asuransi Jiwasraya sejak 2015.

Dia mnegatakan dalam hasil audit investigasi pendahuluan, pemasaran produk asuransi JS Saving Plan diduga terjadi konflik kepentingan di antara internal PT Asuransi Jiwasrya. “Karena pihak-pihak terkait AJS (Asuransi Jiwasraya) mendapatkan fee atas penjualan produk JS Saving Plan,” terang Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Januari lalu.

JS Saving Plan adalah produk asuransi Jiwasraya yang dipasarkan sejak 2015. Pemasaran produk tersebut, dikepalai oleh semacam divisi di Bancassurance. Jiwasraya didiuga mengalihkan dana penjualan dari JS Saving Plan ke dalam saham dan reksadana yang bermasalah atau berkualitas buruk.

Pengalihan dana tersebut yang menyeret Jiwasraya ke dalam kondisi gagal bayar senilai Rp 13,7 triliun pada September 2018, dan mengalami defisit pencadangan senilai Rp 27,2 triliun. Terkait kondisi tersebut, Kejakgung sudah menetapkan enam tersangka dengan dugaan korupsi yang memperkaya diri sendiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement