REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) DKI Jakarta Nurbaiti mengatakan, tidak setuju kalau Pemerintah Daerah (Pemda) bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu outsourcing untuk mengambil tenaga honorer. Sebab, selama ini, tenaga honorer merupakan tanggung jawab pemerintah bukan pihak swasta.
"Ya tentu saya tidak setuju. Yang namanya outsourcing itu pihak swasta. Pasti semua peraturannya beda sama yang dibawah pemerintah. Kami bukan barang proyek dan lelangan. Ini tidak berperikemanusiaan. Kami setiap hari memberikan tenaga dan pikiran untuk manusia jangan disamakan dengan barang," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (10/2).
Kemudian, dia melanjutkan, sudah memiliki kesepakatan dengan komisi II DPR RI untuk mengangkat status tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK). Tetapi, nyatanya sampai sekarang nasibnya tidak jelas. Tidak ada kelanjutan dan regulasi yang mengikat terkait tenaga honorer.
Dia menambahkan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sampai saat ini belum menyelesaikan masalah tenaga honorer. Menurutnya, Kemenpan RB mengabaikan tenaga honorer dengan menyerahkan ke pihak swasta (outsourcing).
"Mau hapus atau ditata terkait tenaga honorer itu hanya sekedar rencana. Sampai sekarang tidak ada regulasi dari pemerintah. Kalau memang tidak bisa menyelesaikan masalah tenaga honorer. Lebih baik bikin pemecatan massal untuk tenaga honorer. Pusat maupun daerah mau jadi apa kalau tidak ada tenaga honorer?," kata dia.
Dia berharap, kesepakatan yang dibuat oleh komisi II DPR RI bisa diwujudkan. Jangan sampai nasib tenaga honorer tidak pasti untuk ke depannya. Ia hanya butuh regulasi dan kepastian. "Mau dibawa kemana para tenaga honorer kalau kami hanya menjadi bola yang bergulir?," kata Nurbaiti.