Senin 10 Feb 2020 02:37 WIB

Polemik Revitalisasi Gagalkan Formula E Balapan di Monas

Setneg izinkan revitalisasi tapi tolak Monas dijadikan lokasi balapan Formula E.

Sejumlah buruh mengerjakan pembangunan Plaza Selatan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah buruh mengerjakan pembangunan Plaza Selatan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, Rabu (22/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani*

Rapat antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Komisi Pengarah Penataan Kawasan Medan Merdeka di Sekretariat Negara (Setneg) pada Rabu (5/2) lalu menghasilkan keputusan proyek revitalisasi Monumen Nasional (Monas) yang sempat disetop bisa kembali dilanjutkan. Polemik proyek revitalisasi yang awalnya dipicu oleh ditebangnya 191 pohon di kawasan ruang terbuka hijau di Monas mengungkap fakta bahwa, proyek revitalisasi Monas juga bagian dari rencana Anies dan Pemprov DKI Jakarta menggelar balapan Formula E pada 6 Juni 2020.

Sejak polemik revitalisasi mencuat ke publik, Pemprov DKI tidak pernah menyebut proyek revitalisasi Monas adalah bagian dari gelaran Formula E. Pihak Pemprov DKI lewat dinas terkait selalu sebelumnya berargumen, proyek revitalisasi Monas adalah bagian dari Rencana Induk Penataan Rencana Tapak Kawasan Medan Merdeka. Sampai akhirnya, Komisi Pengarah sebagai ‘penguasa’ Monas meminta Anies untuk mencoret kawasan Monas dari rute sirkuit jalanan Formula E jika proyek revitalisasi mau dilanjutkan. 

Syarat yang diajukan oleh Komisi Pengarah diterima oleh Anies, meski itu artinya mobil-mobil balap listrik Formula E tak akan bisa melintasi jalan-jalan di dalam kawasan Monas dan podium juara tak akan dibangun di plaza bagian Selatan silang Monas. Anies mengaku legawa, meski balapan Formula E seri Jakarta harus tersingkir dari Monas.

Kepada wartawan seusai rapat dengan pihak Sekretariat Negara (Setneg) pekan lalu, Anies mengakui yang terpenting baginya sekarang adalah, proyek revitalisasi Monas mendapat lampu hijau untuk dilanjutkan. Soal Formula E, Ia pun kemudian meminta panitia balapan dan Pemprov DKI Jakarta, mencari rute pengganti setelah kawasan Monas dilarang digunakan.

Bagi Anies, keputusan Komisi Pengarah tentunya menjadi win-win solution. Pemprov DKI tetap bisa melanjutkan proyek revitalisasi Monas di tengah ‘gempuran’ dari DPRD DKI khususnya lawan-lawan politik Anies, meski kehilangan hak untuk menggelar Formula E di situs cagar budaya itu.

Apalagi, jika menilik dari progres proyek revitalisasi yang telah berjalan saat ini, pembongkaran kawasan selatan Monas sudah telanjur terjadi, dan sebagian ruang terbuka hijau telah gundul akibat penebangan pohon. Bisa dibayangkan, jika proyek revitalisasi Monas disetop total oleh pihak Istana, secara politis tentunya akan sangat merugikan Anies yang akan tercitrakan sebagai gubernur DKI pewaris proyek mangkrak revitalisasi Monas.

Saat awal polemik revitalisasi Monas muncul beberapa bulan lalu, saya coba menghubungi dan berkorespondensi dengan beberapa arsitek dan juga pengamat tata kota. Namun sayang, hampir semua dari mereka hanya mau memberikan perspektif tanpa berkenan diwawancarai dan dimuat pernyataannya. Alasan mereka seragam, polemik revitalisasi Monas saat ini lebih kental nuansa politisnya ketimbang esensi dari perlu-tidaknya Monas diperbarui.

Intinya mereka sepakat, kawasan Monas yang merupakan landmark utama Ibu Kota saat ini sudah ketinggalan zaman. Ada yang bertanya ke saya, kepan terakhir ke Monas? Jika jawabannya adalah saat zaman kita masih sekolah, begitulah kondisi Monas sekarang masih sama ketika para generasi 1980-1990-an mengikuti study tour dari sekolah.

Kondisi Monas sebagai monumen sekaligus museum saat ini sudah tidak relevan, tidak modern, jadul kalau anak zaman sekarang mengistilahkan. Sebagai contoh, diorama di dalam ruang utama Monas itu sangat ketinggalan zaman, dengan display mirip akuarium yang keterangan penjelasnya dalam layar yang boro-boro menggunakan teknologi touch screen khas zaman now. Sebagai taman terbuka milik publik, Monas kini pun masih terkesan eksklusif karena sekelilingnya dipagari besi sehingga pengunjung hanya bisa masuk dari sisi-sisi tertentu saja.

Para arsitek sepakat, bahwa Monas wajib direvitalisasi agar modern dan menjadi lebih inklusif bagi siapa saja yang ingin berkunjung. Soal adanya penebangan ratusan pohon terkait revitalisasi memang patut disayangkan. Namun, nasi sudah menjadi bubur.

Sekarang, setelah Setneg memberikan kepastian proyek revitalisasi bisa dilanjutkan, tinggal bagaimana mendesak dan mengawasi Pemprov DKI untuk menanam kembali pohon-pohon di kawasan terdampak proyek. Dan memang, jika merujuk pada empat kesepakatan antara Anies dan pihak Setneg, Pemprov DKI diwajibkan untuk membayar kompensasi revitalisasi dengan penghijauan khususnya di kawasan yang saat ini dijadikan lahan parkir, IRTI, dan Lenggang Jakarta. Semua itu ke depannya harus menjadi kawasan hijau plus tersedianya boks-boks tanaman.

Sekarang, tinggal kita tunggu saja hasil dari revitalisasi Monas yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 71,3 miliar. 

*penulis adalah jurnalis Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement