Ahad 09 Feb 2020 13:42 WIB

Motif Kain Bali Harus Dipatenkan Agar tak Mudah Dijiplak

Maraknya produksi kain printing dan bordir dengan duplikasi motif Bali jadi ancaman.

Pengrajin menunjukkan sejumlah kain tradisional Bali. Motif kain songket dan endek Bali dianjurkan segera dipatenkan.
Foto: Republika/Nina Chairani
Pengrajin menunjukkan sejumlah kain tradisional Bali. Motif kain songket dan endek Bali dianjurkan segera dipatenkan.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Bali Putri Suastini Koster meminta motif-motif kain songket dari para perajin di Pulau Dewata segera dipatenkan. Tujuannya agar tidak mudah dijiplak.

"Maraknya produksi kain printing dan bordir yang menduplikasi motif songket dan endek, jika terus dibiarkan akan sangat merugikan para perajin yang menciptakan motif endek dan songket," kata Putri Koster saat menerima kunjungan Ketua Harian Dekranas Nyonya Tri Tito Karnavian ke perajin endek dan songket di Denpasar, Sabtu (8/2) malam.

Baca Juga

Menurut dia, Pemerintah Provinsi Bali melalui beberapa regulasi tengah mengintensifkan upaya pelestarian kain tenun ikat tradisional yang merupakan warisan adiluhung. Yaitu seperti songket dan endek.

"Namun, kini dengan alasan tekstur kain lebih ringan, masyarakat cenderung membeli kain bordir atau printing," ucapnya saat meninjau Pertenunan Endek Patra milik I Gusti Made Arsawan di Bale Timbang, Penatih, Denpasar dan Baliwa Songket Collections milik I Ketut Ardenan di Banjar Abian Nangka Kelod, Desa Kesiman Petilan, Denpasar itu.

Putri Koster tidak memungkiri sebagai bentuk inovasi dan kreativitas, kehadiran kain bordir dan printing tak bisa dibendung. Tetapi sebaiknya mereka harus menciptakan motif sendiri yang berbeda dari motif endek atau songket.

"Untuk itu, motif songket perlu dipatenkan agar tak sembarangan dijilplak," ucap wanita yang juga istri Gubernur Bali itu.

Selain maraknya motif songket dan endek tiruan, tambah dia, usaha tenun ikat tradisional Bali juga dihadapkan pada kendala bahan baku benang serta makin surutnya minat tenaga kerja yang mau menekuni ketrampilan menenun.

Untuk ketersediaan benang, Putri Koster mencanangkan kampanye pemanfaatan pekarangan atau lahan kosong untuk penanaman pohon kapas atau budidaya ulat sutra. Dekranasda akan berkolaborasi dengan TP PKK Bali untuk pemanfaatan lahan pekarangan.

Sementara itu, Ketua Harian Dekranas Nyonya Tri Tito Karnavian mengapresiasi langkah yang ditempuh Dekranasda Bali dalam pelestarian tenun ikat tradisional. "Setiap daerah punya kain tenun khas tradisional yang menjadi kekayaan Nusantara. Kami mendukung upaya pelestarian yang dilaksanakan di tiap daerah, khususnya Bali," ucapnya.

Pemilik Pertenunan Endek Patra I Gusti Made Arsawan mengatakan bahan baku benang untuk pembuatan kain tenun sebagian besar masih didatangkan dari luar Bali. Bahkan untuk jenis sutera masih diimpor dari China.

"Saya berharap ada gerakan dengan memanfaatkan lahan non-produktif untuk menanam kapas atau budidaya ulat sutra. Gerakan ini bisa dimulai dari tingkat desa didukung oleh penerapan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan lokal," ujarnya.

Di samping itu, gengsi masyarakat Bali untuk mengenakan tenun khas tradisional perlu ditingkatkan untuk membendung produksi kain bordir atau printing yang meniru motif songket atau endek. "Kain tenun ikat tradisional jangan diproduksi massal, namun harus dibuat eksklusif," ucap pria yang juga mendesain motif tenun baru yang dinamakan Tenun Patra itu.

Sementara I Ketut Ardenan, pemilik Baliwa Songket Collections dikenal dengan teknik lasem yang membuat kain songket menjadi lebih ringan dan mudah digunakan. Dengan terobosan ini, ia berharap masyarakat akan tertarik menggunakan kain songket yang selama ini terkesan berat dan kaku.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement