REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Perolehan devisa dari perdagangan ekspor kain tenun Bali selama 2014 cukup stabil mencapai 21,3 juta dolar AS jika dibandingkan tahun sebelumnya sekitar 21,6 juta dolar.
"Dalam kondisi ekonomi belum stabil di dalam maupun luar negeri, terutama nilai dolar AS terhadap rupiah, perdagangan hasil karya pengrajin Bali sebanyak itu cukup menggembirakan," kata Ni Wayan Kusuma, pengusaha garmen di Denpasar, Sabtu (4/4).
Kain tenun Bali mulai dilirik konsumen mancanegara baik hasil tenunan berupa endek maupun tenun ikat yang hingga kini diproduksi secara tradisional. Kain tenun Bali diharapkan bisa menjadi komoditas unggulan Indonesia dan diyakini mampu menembus pasar ekspor jika mendapat sentuhan para perancang kondang yang terbiasa membidik pasar internasional, harap Kusuma.
Kain tenun ikat khas Bali sebagai satu kekayaan bangsa sangat potensial untuk dikembangkan dalam upaya memperkaya khasanah budaya bangsa dan sekarang memang sudah mulai memasuki pasar ekspor ke Jepang, Amerika dan Eropa.
Wanita pengusaha ini memiliki usaha pertenunan memproduksi tenun songket dan tenun ikat. Pembuatan tenunan Bali masih sangat tradisional dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Kedua jenis tenunan itu memiliki bahan baku yang berbeda dari benang emas dan perak, sedangkan tenun ikat berbahan benang pakaian dan benang lungsing. Para pengrajin dalam memproduski kain endek dengan mempertimbangkan desain modern dengan mengapdopsi corak-corak dari alam sekitarnya seperti daun dan bunga tentu yang bisa diterima calon konsumen mancanegara.
"Kain endek untuk pasar di daerah ini juga semakin semarak berkat adanya perhatian para pejabat yang mengintruksikan kepada stafnya untuk membuat pakaian seragam salah satunya supaya memilih jenis endek dan cara itu dapat membantu pemasaran para pengusaha," katanya.