Jumat 07 Feb 2020 15:24 WIB

Pemahaman Anak Soal Seksualitas dan Kespro Banyak yang Salah

Tak anak, masyarakat umum pun masih punya pemahaman yang salah soal seksualitas.

Kampanye Gerakan Pencegahan Perkawinan Anak. Pemahaman anak-anak terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi banyak yang salah.
Foto: Antara/Basri Marzuki
Kampanye Gerakan Pencegahan Perkawinan Anak. Pemahaman anak-anak terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi banyak yang salah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo mengatakan, pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi (kespro) mutlak diperlukan untuk mencegah perkawinan anak. Hal itu menjadi sangat penting, terutama di daerah-daerah yang angka kehamilan di luar perkawinan tinggi.

"Pemahaman anak-anak terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi banyak yang salah. Misalnya, mereka menganggap tidak akan terjadi kehamilan bila hanya berhubungan seksual satu kali," kata Zumrotin dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Zumrotin mengatakan, sosialisasi tentang pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi kerap mendapat penolakan dari kelompok masyarakat tertentu karena salah paham. Sebagian menganggap pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi mengajarkan pergaulan bebas.

Untuk itu, pemberian pemahaman yang benar terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi juga harus dilakukan kepada masyarakat. "Saya pernah ditolak kelompok masyarakat tertentu di salah satu daerah. Akhirnya saya temui mereka, saya jelaskan, dan akhirnya mereka paham," tuturnya.

Menurut Zumrotin, pencegahan perkawinan anak harus melibatkan banyak pihak. Dia mengaku sudah cukup lama bergerak di lembaga swadaya masyarakat untuk mengampanyekan pencegahan perkawinan anak dan menghadapi banyak kesulitan.

"Namun, setelah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan lembaga-lembaga lain, kesulitan yang dihadapai lebih mudah dihadapi bersama-sama," katanya.

Pemerintah menyasar penurunan angka perkawinan anak perempuan menjadi 8,74 persen pada 2024 dari 11,21 persen pada 2018. Sementara itu, dalam rentang 10 tahun, prevalensi perkawinan anak perempuan di Indonesia terus menurun dari 14,67 persen menjadi 11,21 persen.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018, prevalensi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 11,2 persen. Itu artinya satu dari sembilan perempuan menikah saat masih anak-anak.

Sedangkan prevalensi laki-laki usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 1,06 persen. Itu berarti, satu dari 100 laki-laki menikah saat masih anak-anak

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement