REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka Saeful (SAE), swasta, mengungkapkan bahwa sumber dana kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 berasal dari kader PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku (HAR). Seperti diketahui, Harun Masiku hingga kini masih buron meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Sumber dana dari Pak Harun," ucap Saeful usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/2).
KPK, pada Rabu, memeriksa Saeful sebagai saksi untuk tersangka mantan KPU, Wahyu Setiawan (WSE) dalam penyidikan kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut berapa total dana dari tersangka Harun tersebut. Ia hanya menjawab soal materi pemeriksaannya kali ini.
"Tadi cuma kronologi peristiwa saja," ujar Saeful.
Namun, ia menyatakan bahwa semua sumber dana dalam suap tersebut berasal dari Harun. "Semuanya," kata dia.
KPK pada hari ini juga memeriksa Wahyu Setiawan. Seusai menjalani pemeriksaan, Wahyu mengaku dikonfirmasi penyidik KPK soal pengetahuannya tentang kader PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Hari ini saya diperiksa sebagai saksi untuk Pak Harun Masiku. Saya ditanya banyak sekali apakah saya kenal Pak Harun Masiku atau tidak, kenal Pak Hasto atau tidak," ucap Wahyu usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
KPK, memeriksa Wahyu sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku (HAR) dalam penyidikan kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Wahyu pun mengaku bahwa ia mengenal dengan Hasto, namun tidak kenal dengan tersangka Harun.
"Ya saya jawab apa adanya, saya tidak kenal Pak Harun Masiku dan saya mengenal Pak Hasto. Tidak pernah ketemu (Harun Masiku), tidak pernah komunikasi," ungkap Wahyu yang mengaku dicecar 20 pertanyaan dalam pemeriksaannya hari ini.
Sebelumnya pada 9 Januari 2020, KPK mengumumkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima, yakni Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi, yakni kader PDIP Harun Masiku (HAR) dan Saeful (SAE), swasta.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu menerima Rp600 juta.
Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian. Pertama, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang saat ini masih didalami KPK memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, dan Saeful.
Wahyu menerima uang dari dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang pada Saeful sebesar Rp850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
Selanjutnya, Saeful memberikan uang Rp150 juta pada Donny, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani dan sisanya Rp250 juta untuk operasional. Dari Rp450 juta yang diterima Agustiani, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu, namun uang tersebut masih disimpan oleh Agustiani.
[video] ICW Menilai KPK tak Tegas Terhadap Kasus Harun Masiku
Keterangan tak mengikat
Meski Saeful menungkap bahwa dana suap terkait PAW semuanya berasal dari Harun Masiku, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan keterangan Harun tidak terlalu mengikat dan berpengaruh terhadap kasus suap pengurusan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Ya kan Harun Masiku tersangka, keterangan yang bersangkutan untuk dirinya sendiri sebenarnya tidak terlalu mengikat, kita bisa menggali dari saksi-saksi yang lain," kata Alexander di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/2).
Menurut Alexander, hingga kini KPK masih mencari Harun. Pencarian Harun Masiku itu pun tidak dibatasi waktu.
"Tanpa batas waktulah, kalau yang bersangkutan bersembunyi di mana, kecuali ada yang mau memberitahukan di mana yang bersangkutan nanti kita cari. Kita nyari terus loh, tapi kan tidak harus kita sampaikan ke media," tambah Alexander.
Namun, Alexander meyakini bahwa Harun masih berada di wilayah Indonesia seperti yang disampaikan oleh mantan Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie. Sebelumnya, berdasarkan catatan imigrasi, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.
Sejak saat itu, Harun disebut belum kembali lagi ke Indonesia. Namun, berdasarkan pengakuan istri Harun, Hildawati Jamrin dan rekaman kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harun telah berada di Jakarta pada Selasa (7/1).
KPK pun sejak Senin (13/1) juga telah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka Harun kepada imigrasi dan sudah ditindaklanjuti. Disamping itu, juga dilanjutkan pula dengan permintaan bantuan penangkapan kepada Polri dan ditindaklanjuti dengan permintaan untuk memasukkan Harun dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie saat itu sempat membenarkan Harun telah berada di Jakarta sejak 7 Januari 2020. Namun, kepulangan Harun tidak terdeteksi dengan cepat karena terdapat keterlambatan waktu (delay time) dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, ketika Harun Masiku melintas masuk pada 7 Januari 2020. Akibat hal tersebut Menkumham Yasonna H Laoly pun mencopot Ronny F Sompie pada 28 Januari 2020.
Jejak Harun Masiku