REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Antara
Kepala Balai Teknologi Modifikasi Cuaca, Tri Handoko Seto, menyatakan dalam beberapa hari terakhir terjadi kecenderungan pertumbuhan awan pada malam hari yang mengakibatkan hujan turun pada dini hari. Padahal, sesuai arahan dari Kepala BNPB Doni Manardo, tim teknologi modifikasi cuaca (TMC) agar mengutamakan keselamatan, sehingga tim memutuskan tidak terbang pada malam hari.
Adapun, pada hari ini, Tim TMC-BPPT menggelar operasi TMC sebanyak tiga sorti penerbangan untuk penyemaian awan. Dua sorti penerbangan digelar pada Selasa (4/2) pagi.
"Kemarin, pesawat mengalami masalah teknis setelah penerbangan pertama sehingga perlu perbaikan. Hari ini, akan dimulai operasi kembali. Rencananya akan dilaksanakan tiga kali sorti penerbangan penyemaian awan," ujar Tri, Selasa.
Tri melanjutkan, jumlah personel penerbang TNI-AU yang diperbantukan dalam operasi TMC saat ini juga belum bertambah. Akibatnya, kru pesawat CN 295 dalam operasi TMC hanya siap satu tim setiap hari. Padahal, untuk melakukan penerbangan sebelum matahari terbit dan sore hari dibutuhkan dua tim penerbang.
Jika tidak memungkinkan mengejar target 30-40 persen pengurangan curah hujan , target 20 persen sudah sangat berarti untuk mengurangi eskalasi banjir di Jabodetabek.
Pada Selasa pagi, tim TMC-BPPT melakukan dua sorti penerbangan penyemaian awan dengan menggunakan pesawat CN-295 (A-2901) dan Casa 212 (A-2103). Penerbangan pertama menggunakan pesawat CN 295 (A-2901) sekitar pk 06.30 sampai 08.45 WIB membawa bahan semai NaCL sebanyak 2.400 kg dengan wilayah penyemaian di Laut Jawa sebelah Utara Jakarta pada ketinggian 10.500 kaki.
Dalam waktu hampir bersamaan sekitar pukul 07.20 WIB juga diluncurkan dari landasan Halim Perdana Kusumah pesawat Casa 212 (nomor registrasi A-2103) dengan membawa 800 kg bahan semai menuju wilayah penyemaian di Laut Jawa sebelah Barat Laut Jabodetabek dengan ketinggian penyemaian 10.500 kaki.
[video] Islam Bicara Tentang Hujan
Wilayah target penyemaian berdasarkan monitoring data radar cuaca pada pukul 05.50 WIB terpantau adanya awan yang berpotensi terjadinya hujan yang akan masuk ke wilayah Jabodetabek di Laut Jawa sebelah Utara dari Jabodetabek. Selanjutnya, data radar pada pukul 07.34 WIB menunjukkan ada awan hujan yang berpotensi menjadi hujan yang masuk ke wilayah Jabodetabek di Laut Jawa sebelah Utara dari Jabodetabek.
Secara teknis tim TMC secara lebih intensif memonitor pertumbuhan dan pergerakan awan-awan yang diperkirakan akan bergerak menuju wilayah Jabodetabek. Monitoring ini dilakukan sejak dinihari hingga setelah matahari terbenam.
"Awan-awan tersebut jauh-jauh akan segera disemai, biasanya awan-awan tersebut masih berada di Laut Jawa, Selat Sunda dan wilayah Ujung Kulon agar segera turun hujan sebelum memasuki wilayah Jabodetabek," kata dia.
Hingga hari ke-32 operasi TMC telah dilaksanakan, sebanyak 89 sorti penerbangan penyemaian awan di Laut Jawa, Selat Sunda dan wilayah Ujung Kulon telah dilaksanakan untuk mengurangi ancaman banjir di Jabodetabek. Total bahan semai yang dihabiskan capai 144.800 kg.
Perlu diketahui, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan akan tinggi dari 31 Januari hingga 5 Februari 2020. Terutama di daerah Indonesia bagian barat dan selatan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pada pekan lalu, mengingatkan, kewaspadaan potensi terjadinya banjir pada Februari-Maret 2020 di sejumlah wilayah. Rita dalam jumpa pers di kantornya Jakarta, Kamis (30/1), mengatakan sejumlah daerah berpotensi mengalami hujan di antaranya Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Selain itu, tambah dia daerah lain juga berpotensi yaitu DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Dalam waktu dekat hujan juga akan terjadi dengan intensitas tinggi pada kurun 31 Januari-5 Februari 2020 di Sumatra bagian Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kemudian daerah lainnya Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Rita mengemukakan meskipun sejumlah wilayah mengalami hujan tetapi terdapat daerah yang kini mulai mengalami kekeringan.
Hingga 30 Januari di Riau, kata dia kini terpantau 117 titik api/hotspot yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan. "Potensi karhutla di wilayah pesisir Timur Sumatera tersebut tidak terkait dan tidak terpengaruh oleh kebakaran hutan di Australia," ujar dia.
Penyebab Cuaca Ekstrem