REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum menemukan mantan calon legislatif PDI Perjuangan Harun Masiku. Sudah tiga pekan berlalu, lembaga antirasuah mengeklaim masih terus memburu keberadaan tersangka kasus dugaan suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR tahun 2019-2024 itu.
"Kami masih terus mencari tersangka HAR," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri saat dikonfirmasi, Ahad (2/1).
Sampai saat ini belum ada perkembangan yang signifikan terkait keberadaan Harun. Ali juga mengeklaim KPK bersama aparat kepolisian masih terus berupaya dengan berbagai cara untuk membekuk Harun. Lembaga antirasuah, kata Ali, optimistis menangkap Harun.
"Ini soal waktu kapan kami bisa menemukan yang bersangkutan dan menangkap serta membawa ke KPK untuk dimintai pertanggungjawaban secara hukum," katanya.
Ali menambahkan, untuk memaksimalkan upaya pencarian Harun, KPK memajang informasi daftar pencarian orang (DPO) Harun pada lama KPK (https://www.kpk.go.id/id/dpo/1465-dpo-harun-masiku). KPK, kata Ali, berharap partisipasi masyarakat yang memiliki informasi keberadaan Harun dapat melapor kepada aparat penegak hukum terdekat. "Atau bisa langsung menghubungi KPK melalui telepon kantor atau call center KPK di 198," kata Ali.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, ketika pimpinan KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku, kinerja KPK bisa disebut menurun. Ia juga mengkritisi Ketua KPK Firli Bahuri yang malah meminta informasi kepada wartawan soal keberadaan Harun. "Loh kan penegak hukumnya dia. Jadi, ini makanya kami nilai dia (Firli) belum paham betul bagaimana kinerja KPK selama ini," kata Kurnia.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tersangka terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan Harun Masiku. Dua tersangka lainnya adalah mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri dari swasta.
Suap kepada Wahyu diduga agar KPU menetapkan Harun sebagai pengganti caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas. PDI Perjuangan mengajukan mekanisme PAW karena KPU telah menetapkan pengganti Nazarudin kepada caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua, Riezky Aprilia. Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Uang suap kepada Wahyu diduga tidak hanya dari Harun.
Kegagalan KPK menangkap Harun membuat spekulasi liar terhadap KPK bermunculan. Hal itu menyusul gagalnya KPK melakukan penyegelan ruang kerja Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Krisiyanto di kantor DPP PDIP pada Kamis (9/1).
Pekan lalu pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK dicecar oleh anggota Komisi III DPR terkait kasus tersebut. Anggota Komisi III Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menduga ada pihak yang sengaja menyembunyikan Harun Masiku. "Pak, tolong Masiku ini jangan terus disembunyikan. Tangkap dia sudah. Ya bisa saja tuhan sembunyikan dia atau setan yang sembunyikan Masiku, ya kan? Lalu, mau siapa lagi?" kata Benny.
Menjawab itu, Ketua KPK Firli Bahuri membantah adanya kongkalikong atau kerja sama antara lembaganya dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memyembunyikan Harun Masiku. "Ada kongkalikong antara KPK dan Menkumham (Yasonna H Laoly), tidak ada. Untuk apa kita menyembunyikan orang. Tidak ada kepentingan kita dengan Masiku itu," ujar Firli. n dian fath risalah, ed: ilham tirta