Ahad 02 Feb 2020 17:07 WIB

Kota Pusaka Hanya Pencitraan Wali Kota Bogor

Wali Kota Bogor diminta memprioritaskan program kerja yang memang penting.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Indira Rezkisari
Program Kota Pusaka Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dikritik karena dianggap sebatas pencitraan.
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Program Kota Pusaka Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dikritik karena dianggap sebatas pencitraan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terus menggaungkan program Kota Bogor sebagai kota pusaka. Pemkot juga berencana menata museum dan melestarikan cagar budaya.

Namun, langkah tersebut dinilai hanya untuk pencitraan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Pasalnya, program yang dicanangkan dinilai sebatas akrobat politik tanpa diukur hasilnya.

Baca Juga

"Wali Kota Bogor sejak awal senang sekali mengeluarkan kebijakan atau program itu hanya untuk akrobat politik dirinya," kata Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Yusfitriadi kepada Republika, Ahad (2/2).

Yusfitriadi memaparkan sejumlah program yang digulirkan Wali Kota Bogor di antaranya, sistem konversi 3:1 dari angkutan kota (angkot) ke Trans Pakuan. Kemudian, lanjut dia, pencaplokan kecamatan milik Kabupaten Bogor yang sampai saat ini tak pernah ada hasilnya.

"Lalu, sekolah untuk ibu, mana ukurannya hari ini? Launching RTLH (rumah tidak layak huni), faktanya rumah roboh juga luput," katanya.

Beberapa waktu lalu, nasib nahas menimpa salah satu penerima RTLH di Babakan Pasar, Bogor Tengah. Padahal, rumah tersebut telah terdaftar sebagai penerima dana RTLH Kota Bogor.

Yusfitriadi menyatakan, keinginan mem-branding Kota Bogor sebagai Kota Pusaka tak akan terwujud jika tak diimbangi dengan kajian dan penataan infrastruktur. Belum lagi, sambu Yus, Pemkot Bogor tak memiliki prioritas untuk menata peninggalan bersejarah atau melestarikan cagar budaya.

"Skala prioritas cagar budaya yang bisa menyedot wisatawan itu yang mana? Itu ada di mana skala prioritasnya? Kalau cagar budaya dirapikan, kuat tidak akses jalan menuju ke sana, bagimana kalau jalan cuma sempit?," kata Yus mencecar.

Dia meminta, Pemkot Bogor menguatkan kajian secara komprehensif sebelum mewacanakan program. Ketimbang mewacanakan program besar, sambung Yus, Pemkot Bogor sebaiknya berkonsentrasi untuk mengatasi persoalan sosial.

"Memelihara cagar budaya apakah lebih penting dari pada untuk mengentaskan masalah sosial di masyarakat? Itu kira-kira," katanya.

Kendati begitu, dia mempersilakan Pemkot Bogor untuk mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota Pusaka. Asalkan, Pemkot Bogor telah mempersiapkan saran pendukungnya.

"Menata itu apakah melewati kekumuhan yang kemudian menjadikan wisatawan ogah lagi balik ke sana. Begitupun tempat parkir di objek wisata itu apakah kuat? Kajian yang komprehensif itu dulu, sehingga saat diterapkan supporting system-nya sudah siap," tegasnya.

Wali Kota Bogor Bina Arya Sugiarto menyatakan keinginannya untuk mewujudkan Kota Bogor sebagai Kota pusaka. Sejumlah langkah, mulai dari merencanakan pembangunan Museum Padjadjaran di sekitar Prasati Batu Tulis, di Bogor Selatan mengambil alih pengelolaan Museum Perjuangan, di Kecamatan Bogor Tengah, hingga melestarikan bagunan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor sebagai turunan Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor tercatat sebanyak 482 cagar budaya. Namun, tak semua cagar budaya tersebut dikelola dan dimiliki oleh Pemkot Bogor. Ada yang dikelola lembaga pemerintahan provinsi maupun pusat, yayasan, dan juga perorangan.

Alhasil, sejumlah bangunan cagar budaya berubah bentuk bahkan hancur tak terawat. Salah satunya cagar budaya Hotel Pasar Baroe di Jalan Kelenteng, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, yang kondisinya rusak dan memperihatinkan.

Bima menyatakan, Pemkot Bogor akan memastikan dokumen kepemilikan semua cagar budaya yang ada. Sehingga, tanah dan bangunan cagar budaya yang jatuh ke ahli waris dapat tetap dijaga.

"Kita pastikan dulu alas haknya. Dokumennnya seperti apa, koordinasi dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) satu-satu. Jadi ketika masuk ke situ harus jelas dulu alas haknya," kata Bima.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Achmad Ru’yat turut memberi komentar keinginan Pemkot Bogor dalam melestarikan cagar budaya di Kota Bogor. Dia menjelaskan, aset cagar budaya yang tidak sepenuhnya dimiliki Pemkot Bogor harus singkronkan dengan semua pihak.

"Yang penting mana yang akan jadi kewenangannya. Mana yang menjadi kewenangannya provinsi, kabupaten/kota maupun pusat. Tinggal disinergiskan saja," kata Ru’yat.

Dia mengakui, anggaran untuk melestarikan cagar budaya tidak terlalu besar. Namun, dia menegaskan, penataan cagar budaya yang telah menjadi prioritas harus segera dianggarkan.

"Kalau sudah menjadi kebutuhan ya harus segera dianggarkan, seperti itu. Yang penting tidak ada ego sektoral," pintanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement