Sabtu 01 Feb 2020 07:00 WIB

DPD Papua Minta Dilibatkan dalam Penentuan Kebijakan

Langkah pemerintah pusat dalam menyelesaikan persoalan Papua cenderung jalan sendiri.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Dwi Murdaningsih
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai usai menghadiri acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8).
Foto: Nugroho Habibi/Republika
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai usai menghadiri acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (For Papua) meminta pemerintah pusat melibatkan perwakilan Papua dalam menangani persoalan yang masih terjadi di Papua dan Papua Barat. Mereka menilIai, kebijakan untuk Papua juga harus melibatkan perwakilan Papua.

Ketua For Papua yang juga Anggota DPD RI asal Papua Yorrys Raweyai mengatakan, penyelesaikan masalah di Papua tidak hanya bisa diselesaikan dengan komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.  "Untuk masalah di Papua, kami meminta pemerintah pusat libatkan lembaga formal seperti DPD dan DPR RI karena kami adalah representasi rakyat," kata Yorrys di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Jumat (31/1).

Baca Juga

Dia mengatakan, langkah pemerintah pusat dalam menyelesaikan persoalan Papua cenderung jalan sendiri tanpa berkoordinasidengan perwakilan Papua di Parlemen. Justru, anggota DPD dan DPR RI dari Papua lebih proaktif untuk meminta perkembangan.

Yorrys mencontohkan, DPD RI telah membuat Panitia Khusus (Pansus) Papua, untuk mencari akar persoalan di Papua sehingga akhirnya nanti bisa membuat konsep penyelesaian masalah secara komprehensif sesuai Nawacita Presiden Jokowi.

"Sebagai wadah, DPD dan DPR RI adalah lembaga formal yang diatur konstitusi. Dalam proses penyelesaian Papua, pemerintah pusat cenderung membuat kebijakan sendiri dengan komunikasi bersama daerah, sehingga lembaga formal tidak dilibatkan dengan aktif," ujarnya.

Yorrys mengatakan dinamika yang terjadi di Papua belum tampak dapat diredam meskipun Presiden Jokowi sudah 10 kali mengunjungi Papua termasuk daerah Nduga. For Papua mendesak agar penyelesaian persoalan di Papua dilakukan melalui langkah komprehensif dengan pendekatan keadilan ekonomi- budaya, dan hukum.

"Misalnya tentang kasus terhadap soal isu rasis di Papua, banyak pemuda yang melakukan aksi unjuk rasa menentang rasisme justru ditahan dengan tuduhan makar," katanya.

Sekretaris For Papua Filep Wamafma mengatakan Pansus Papua DPD RI telah melakukan audiensi dengan berbagai pihak dan kesimpulan sementara yang diperoleh adalah Papua menjadi objek kebijakan negara yang belum berpihak dan berkeadilan untuk orang Papua.

Dia menjelaskan dalam kasus rasisme yang dialami warga Papua, seharusnya negara memberikan rasa adil dengan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku ujaran rasisme untuk efek jera sehingga tidak ada warga negara yang terkotak-kotakan.

"Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) sudah final (bagi Papua) maka hak warga dan kewajiban warga negara melekat untuk Papua. Bintang Kejora jadi alasan pemberat untuk orang Papua dengan hukuman berat dengan dalil untuk efek jera, padahal itu keliru," ujar Senator asal Papua Barat itu.

Dia menilai unjuk rasa menentang rasisme yang dilakukan masyarakat Papua merupakan perlawanan atas ketidakadilan yang diterima mereka sebagai warga negara. Karena itu menurut dia, langkah menuntut keadilan itu jangan dituduhkan aksi makar dan jadikan Papua setara dengan semua warga negara sehingga tidak ada pengelompokan warga negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement