REPUBLIKA.CO.ID, HULU SUNGAI SELATAN -- Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, mengumumkan larangan menangkap atau memperdagangkan anak ikan. Mereka yang kedapatan menjual anak ikan akan mendapat ancaman hukuman pidana kurungan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Kepala Dinas Perikanan Hulu Sungai Selatan H Saidinoordi Hulu Sungai Selatan, Kamis (30/1) mengatakan, hal itu sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 17 tahun 2005, tentang Perlindungan Sumber Daya Ikan dan Larangan Penggunaan Alat Setrum, Putas atau Sejenis. "Pelanggaran atas Perda tersebut diancam pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta," katanya.
Perda 17/2005 tersebut perlu diberitahukan dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Hulu Sungai Selatan. Apabila pelanggaran penangkapan ikan dengan alat setrum, potas dan sejenisnya, serta penangkapan ikan atau memperdagangkan anak ikan tersebut dilakukan akan membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.
Oleh karenanya akan diberlakukan ketentuan UU 45 tahun 2009, tentang perubahan atas UU 31 tahun 2004, tentang perikanan. Ancamannya makin diperberat sebetulnya karena dia bakal pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Dia menjelaskan, larangan tersebut diterapkan untuk penangkapan atau perdagangan benih/anak ikan lokal yang bernilai ekonomis tinggi. Seperti benih ikan tauman, gabus atau lokal disebut haruan, betok atau papuyu, biawan dan sepat siam untuk keperluan konsumsi.
Sebelumnya, Saidinoor bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat juga telah melaksanakan giat penertiban jual beli anak ikan. Kegiatan ini juga dalam upaya pengawasan dan penegakkan perundang-undangan dan Perda HSS Nomor 17 tahun 2005 tentang perikanan.