REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menanggapi penjelasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait pencabutan bebas visa bagi warga Cina berpengaruh pada hubungan diplomatik Indonesia-Cina. Menurutnya Indonesia bisa kapan saja mencabut kebijakan bebas visa.
"Apa yang disampaikan kurang tepat mengingat pemberian atau pencabutan bebas visa bagi warga negara sahabat sepenuhnya merupakan kedaulatan suatu negara. Kebijakan pemberian bebas visa bisa saja dilakukan oleh suatu negara karena ingin mengejar jumlah wisatawan dari negara tertentu," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1).
Kemudian, ia melanjutkan bisa juga adanya kebijakan tersebut dilakukan berdasarkan asas timbal balik (asas resiprositas). Mengingat kebijakan pemberian visa merupakan kedaulatan maka pencabutannya pun eksklusif merupakan kewenangan negara yang membuat kebijakan.
Maka dari itu, pemerintah Indonesia bisa saja sewaktu-waktu mencabut kebijakan pemberian bebas visa bagi warga asal Cina untuk alasan apapun. Termasuk alasan untuk menurunkan laju penyebaran Virus Corona.
"Pencabutan kebijakan bebas visa ini harus dipandang sebagai suatu yang penting dan mendesak dalam rangka menekan warga Cina yang belum tentu terpapar Virus Corona untuk mengungsi ke Indonesia.Negara yang memberikan fasilitas bebas visa adalah negara ideal yang dituju untuk mengungsi," kata dia.
Menurutnya, pemberian bebas visa yang awalnya untuk meningkatkan jumlah wisata justru dimanfaatkan untuk mengungsi. Apabila modus ini terjadi maka suatu pemerintah Indonesia akan direpotkan untuk mengawasi para warga asal Cina yang tinggal melebihi waktu visanya.
"Yang dilakukan secara tepat adalah Presiden Jokowi saat ini harus mencabut kebijakan bebas visa untuk warga Cina," ujar dia.