Rabu 29 Jan 2020 10:14 WIB

Dirjen Imigrasi Dicopot karena Dinilai Yasonna Lalai

Yasonna juga harus bertanggung jawab atas kesalahan dalam keimigrasian.

Ronny Franky Sompie.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ronny Franky Sompie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mencopot Ronny Sompie dari jabatan direktur jenderal imigrasi. Pencopotan ini merupakan buntut dari kesimpangsiuran informasi atas keberadaan politisi PDIP Harun Masiku yang menjadi buronan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

Yasonna mengatakan, Ronny dialihkan ke posisi fungsional menyusul dibentuknya tim independen untuk menyelidiki kejanggalan dalam sistem pencatatan penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta. Posisi dirjen imigrasi diisi Inspektur Jenderal Kemenkumham Jhoni Ginting sebagai pelaksana harian.

Baca Juga

Yasonna berdalih, pengalihtugasan Ronny agar tim independen bentukannya bisa fokus membongkar insiden penundaan waktu pencatatan kedatangan Harun Masiku di Indonesia. "Supaya independen, dalam penelitian jangan ada conflict of interest. Saya sudah memfungsionalkan dirjen imigrasi dan direktur sistem informasi keimigrasian (Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Alif Suaidi--Red)," kata Yasonna seusai menghadiri rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/1).

Yasonna menuding Ronny dan Alif Suaidi mempunyai andil dalam insiden tidak berjalannya sistem pencatatan waktu kedatangan di Bandara Soekarno-Hatta. "Mereka bertanggung jawab soal itu," ujar Yasonna.

Kemenkumham belakangan menjadi sorotan lantaran menyampaikan informasi yang simpang siur tentang keberadaan Harun. Ronny menyatakan, Harun sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. Ronny mengumumkan informasi itu pada Rabu (22/1). Padahal, sejak Harun diumumkan telah pergi ke Singapura sejak 6 Januari, pihak imigrasi yang juga diamini oleh Yasonna menyatakan Harun belum kembali ke Tanah Air.

Adanya kelalaian sistem keimigrasian di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, disebut pihak Ditjen Imigrasi menjadi penyebab mereka telat mengetahui keberadaan Harun yang sudah pulang ke Indonesia. Apalagi, Harun pada 13 Januari masih diumumkan berada di luar negeri meski politikus PDIP itu sebenarnya sudah kembali ke Tanah Air pada 7 Januari.

Yasonna menjelaskan, tim independen yang dibentuknya berfokus mengurai kejanggalan dari pelaporan jadwal penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta. Tim ini terdiri atas Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Ombudsman. Tim itu akan melacak alasan tertundanya data di Terminal 2F Soekarno-Hatta.

"Terminal 2 ini ada delay. Memang ada perubahan SIMKIM (Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian) dari SIMKIM 1 ke SIMKIM 2," kata Yasonna beralasan.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan mempertanyakan alasan pencopotan Ronny. Menurut dia, pencopotan tersebut tak menyelesaikan persoalan yang ada di keimigrasian.

Ia berharap permasalahan keimigrasian yang menyebabkan kesimpangsiuran keberadaan Harun diselidiki secara tuntas. "Kalau Harun Masiku saja tak terdeteksi atau tak jelas informasinya, bayangkan kalau orang-orang lain yang membahayakan negeri ini. Persoalan imigrasi ini persoalan yang sangat serius," ujar Hinca.

photo
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly

Komisi III pada pekan depan berencana menggelar rapat dengar pendapat dengan Yasonna. Hinca mengatakan, Komisi III dalam rapat tersebut akan mempertanyakan permasalahan di keimigrasian. "Pencopotan itu juga alasannya apa meskipun itu kewenangan Pak Menteri, tapi harus ada penjelasannya karena ini publik menunggu semuanya," katanya.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari berpendapat Yasonna telah melakukan langkah tepat terkait pencopotan Ronny. Namun, ia menegaskan, Yasonna harus dapat membuktikan adanya kesalahan sistem di Direktorat Imigrasi. Apalagi, akibat kesalahan itu, Harun belum diketahui keberadaannya.

"Harus ada pengusutan apakah memang sistemnya eror, mengapa eror, sejak kapan, apakah terjadi saat ini saja atau sejak lama," ujar Taufik.

Ia menduga, ada dua kemungkinan atas kekeliruan pihak imigrasi dalam menginformasikan kedatangan Harun. Pertama, kata dia, karena ada kesalahan sistem terkait penerimaan data masuk dan data keluar penumpang. "Kedua, ada skandal. Kedua kemungkinan tersebut tetaplah merupakan kesalahan Kemenkumham yang tidak boleh terjadi," ujar pria yang akrab disapa Tobas itu.

Ia sangat berharap tim independen dapat membongkar semua permasalahannya. "Jangan sampai pencopotan Ronny hanya untuk menutupi sebuah skandal. Jangan ada yang dikorbankan. Harus ada pertanggungjawaban hukum terhadap pelakunya. Namun, tanpa pengusutan menyeluruh, kita tidak akan mendapatkan informasi kebenaran," kata Tobas.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramdhani menilai, Yasonna juga harus bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi dalam keimigrasian. "Lebih baik Yasonna Laoly juga dicopot oleh Presiden Jokowi," ujar Kurnia, Selasa (28/1).

Kurnia mengatakan, Yasonna merupakan pimpinan tertinggi di Kemenkumham sehingga harus turut bertanggung jawab. Apalagi, kata dia, Yasonna juga telah berkata tidak sesuai dengan fakta terkait keberadaan Harun Masiku.

Bahkan, Yasonna ikut serta dalam jumpa pers tim hukum PDI Perjuangan terkait kasus Harun Masiku dengan membela kader banteng tersebut. Tim hukum PDI Perjuangan dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto belakangan rajin menyambangi sejumlah lembaga untuk mengadu opini bahwa Harun Masiku justru adalah korban dari kasus dugaan suap pergantian anggota dewan. Kasus ini sudah menjatuhkan komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dan dua warga sipil, yang salah satunya adalah staf Hasto.

"Jadi, harusnya Yasonna ikut bertanggung jawab atas situasi hari ini. Efek dari kekeliruan data tersebut amat krusial. Kerja penegak hukum jadi terganggu karena memercayai begitu saja pernyataan Yasonna," kata Kurnia. n sapto andika candra/dian fath risalah/nawir arsyad akbar ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement