REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Komisioner KPU Viryan Azis memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (28/1). Ia diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Saeful (SAE) dari unsur swasta. "Saya tidak tahu pertanyaan penyidik apa, pokoknya semua pertanyaan saya jawab," ucap Arief saat tiba di gedung KPK, Jakarta pukul 10.11 WIB.
Saat dikonfirmasi soal pengurusan PAW terhadap kader PDIP Harun Masiku (HAR), ia menyatakan lembaganya memang tidak bisa memprosesnya. "Kan jelas keputusan kami dalam surat yang kami jawab itu kan tidak bisa diproses," ujar Arief.
Sebelumnya, Viryan lebih dahulu tiba di gedung KPK. Ia mengaku akan menyampaikan kepada penyidik perihal pengurusan PAW.
"Yang akan disampaikan sesuai dengan apa yang kami perjuangkan selama ini perihal penetapan calon terpilih kemudian seputar pergantian antarwaktu yang sudah kami kerjakan kemarin," ucap Viryan.
Selain Arief dan Viryan, KPK juga memanggil empat saksi lainnya untuk tersangka Saeful. Yakni Kabiro Teknis KPU Nur Syarifah, Kabag Umum KPU Yayu Yuliani, Kasubag Pemungutan, Perhitungan Suara, dan Penetapan Hasil Pemilu KPU Andi Bagus Makawaru, dan Bagian Legal VIP Money Changer Carolina.
Sebelumnya, KPK pada Jumat (24/1) juga telah memeriksa dua komisioner KPU lainnya. Yaitu Hasyim Asy'ari dan Evi Novida Ginting.
KPK mendalami keterangan keduanya terkait tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) sebagai Komisioner KPU dan juga mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.
Selain Saeful, KPK telah menetapkan tiga tersangka lainnya. Yakni eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE), mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF), dan kader PDIP Harun Masiku (HAR) saat ini masih menjadi buronan.
Sebagai penerima, yakni Wahyu dan Agustiani Tio, sedangkan sebagai pemberi Harun dan Saeful. Wahyu disebut meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatra Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp 600 juta.