Senin 27 Jan 2020 21:35 WIB

Pakar: KPK Harus Ungkap Asal Uang Suap Proses PAW

Pakar hukum mengatakan KPK harus segera mengungkap asal uang suap proses PAW.

Rep: Mabruroh/ Red: Bayu Hermawan
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengungkap dari mana uang suap untuk mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kasus proses PAW anggota DPR terpilih berasal. Hal itu untuk memastikan apakah politikus PDIP Harun Masiku benar menjadi korban dan diperas dalam kasus tersebut, seperti yang disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

"Harus ada investigasi yang sungguh-sunggu dari mana uang yang diberikan oleh Tio (Agustiani Tio Fridelina) kepada Wahyu Setiawan berasal. Adalah kejanggalan besar Harun Masiku langsung memberikan uang sejumlah Rp 900 juta itu," ucapnya, Senin (27/1).

Baca Juga

Fickar menilai, proses upaya meloloskan Harun Masiku ke Senayan bukanlah proses yang singkat. Sebab semua dimulai dari mengajukan gugatan atau yudisial review peraturan KPU ke Mahkamah Agung, hingga mengajukan permohonan fatwa Mahkamah Agung, karena putusan KPU justru memilih Riezky Aprilia sebagai anggota parlemen menggantikan Nazarrudin Kiemas.

"Upaya meminta fatwa MA yang kesemuanya juga membutuhkan dana yang cukup besar dan pasti itu di luar yang Rp 900 juta," katanya.

Fickar menilai, dengan mengeluarkan pernyataan jika Harun Masiku adalah korban dalam kasus ini, secara tidak langsung Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menunjukan pembelaan dan mencoba melindungi kader serta mantan caleg dalam kasus tersebut. "Dengan pernyataan itu (Harun Masiku adalah korban), saya kira sudah menampakan secara keras dan berlebihan memperjuangkan Harun Masiku," ujarnya.

Wahyu Setiawan tak tahu asal uang suap

Sementara pengacara mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Tony Akbar Hasibuan mengungkapkan kliennya tidak mengetahui sumber uang dalam kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih dari Fraksi PDIP. Wahyu Setiawan juga tidak berkomentar soal perpanjangan penahanan dirinya oleh KPK.

"(Uang) itu dibawa Bu Tio (Agustiani Tio Fridelina) dan dia tidak cerita uang itu dari mana," ujar Tony di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/1).

Selain Wahyu Setiawan, dalam kasus itu KPK telah menetapkan tiga tersangka lain, yakni mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, kader PDI Perjuangan Harun Masiku, yang saat ini masih buron, dan Saeful dari unsur swasta.

"Rp200 juta itu, jadi mekanismenya begini waktu itu sudah disampaikan sudah diterima oleh Pak Wahyu dan sumbernya dari mana, belum terkonfirmasi," kata Tony melanjutkan.

Seperti diketahui, Wahyu Setiawan meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun Masiku menjadi anggota DPR dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDI Perjuangan dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu Setiawan hanya menerima Rp600 juta.

Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian. Pertama, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang saat ini masih didalami KPK memberikan uang Rp400 juta yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, advokat PDI Perjuangan Donny Tri Istiqomah dan Saeful.

Wahyu Setiawan menerima uang dari dari Fridelina sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun Masiku memberikan uang pada Saeful sebesar Rp850juta melalui salah seorang staf di DPP PDI Perjuangan.

Selanjutnya Saeful memberikan uang Rp150 juta pada Istiqomah, sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Tio dan sisanya Rp250 juta untuk operasional. Dari Rp450 juta yang diterima Tio, sejumlah Rp400 juta merupakan suap untuk Setiawan, namun uang tersebut masih disimpan Tio.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut eks-caleg PDIP Harun Masiku sebagai korban. Meskipun, Harun Masiku telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.

"Kami tidak  mengetahui bagaimana peluang kami. Kami tegaskan kami  mengharapkan pak Harun juga bersikap kooperatif karena beliau ini adalah korban, ya korban penipuan, korban pemerasan," ujar Hasto di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (24/1) malam.

Hasto menilai, Harun Masiku memang memiliki hak untuk menjadi anggota legislatif melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW) DPR RI. Maka itu, partai sempat memfasilitasi Harun untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

Namun, klaim Hasto, Harun kemudian diperas oleh seorang internal KPU. "Oleh keputusan MA dia (Harun) punya hak, hanya hak ini ada yg menghalangi, ya oleh oknum yang ada di dalam KPU tersebut dan kemudian kan juga sudah dikenakan sanksi," ujar dia.

Hasto sendiri menyebut dirinya beberapa kali menjadi korban framing media massa terkait Harun Masiku sejak tanggal 9 - 12 tahun. "Ada framing yang begitu kuat mengaburkan fakta itu dan tentu saja kami menghadapi semuanya dengan baik, dengan penuh kesungguhan tetapi berpijak pada upaya hukum itu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement