Rabu 22 Jan 2020 16:01 WIB

Mempertanyakan Kredibilitas OJK

OJK menganggap sudah profesional mengawasi industri keuangan Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dianggap tidak berfungsi maksimal mengawasi industri keuangan dalam negeri hingga mengakibatkan kerugian triliunan rupiah.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dianggap tidak berfungsi maksimal mengawasi industri keuangan dalam negeri hingga mengakibatkan kerugian triliunan rupiah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Novita Intan, Nawir Arsyad Akbar, Sapto Andika Candra, Antara

Kasus kegagalan investasi yang melilit PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dan berlanjut ke Asabri membuat publik mempertanyakan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Komisi XI DPR menilai OJK tidak memiliki kredibilitas terhadap pengawasan. Bahkan, publik mulai menaruh ketidakpercayaan terhadap OJK.

Baca Juga

“Dengan terbukanya permasalahan industri keuangan khususnya asuransi sudah menghilangkan kredibilitas OJK, sehingga publik dan kita kehilangan kepercayaan,” ujar Anggota Komisi XI DPR Hidayatullah di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/1).

Dia pun menyinggung rencana pengembalian fungsi pengawasan jasa keuangan dari OJK ke Bank Indonesia. Dia menilai OJK lalai dalam mengawasi Jiwasraya karena gagal mebayar nasabah hingga triliunan.

“Risikonya kalau kita bisa meminta memeriksa kinerja pengawasan mereka (OJK) dan ternyata tidak sesuai ya risikonya komisionernya harus mundur atau digabungkan kembali dengan BI. Jadi ini bukan masalah sederhana,” ucapnya.

Anggota Komisi XI Hasbi Anshory mempertanyakan pengawasan OJK ketika Jiwasraya melakukan investasi melalui instrumen saham gorengan dan reksadana. “Pernahkan OJK melakukan haknya dalam UU terhadap Jiwasraya?,” ucapnya.

Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun juga mempertanyakan aksi goreng menggoreng saham pasar modal. “Penggorengan saham bisa terjadi itu bagaimana? Pengawasan emiten oleh OJK, bagaimana modus menggoreng?,” tanya Misbakhun kepada jajaran OJK.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui bahwa ada wacana yang menyebut akan mengembalikan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan ke Bank Indonesia. Wacana itu mencuat setelah OJK dinilai gagal dalam mengawasi pola manajemen investasi PT Jiwasraya yang menyebabkan perusahaan gagal bayar klaim jatuh tempo.

"Ada beberapa pendapat bahwa karena banyak perkara-perkara di bawah pengawasan OJK, itu ada wacana minta OJK semacam dibubarkan begitu," ujar Dasco.

Komisi XI akan menggelar rapat tertutup dengan OJK. Mereka akan mendalami dan mengevaluasi kinerja pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

"Komisi XI untuk melakukan evaluasi secara terbuka dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, sehingga kami akan dapat masukan yang komprehensif untuk menjadi masukan," ujar Dasco.

Terkait belum dibentuknya panitia khusus (Pansus) untuk kasus Jiwasraya, Dasco berujar bahwa panitia kerja (Panja) juga memiliki semangat yang sama untuk menuntaskan masalah tersebut. "Saya pikir masyarakat luas tidak pusing mau Panja atau Pansus tapi yang penting bagaimana uang mereka kembali," ujar Dasco.

photo
Sejumlah kendaraan barang bukti sitaan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya terpakir di Gedung Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Jumat (17/1).

Kekurangan Pengawasan

Sementara Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal Hoesen mengatakan pihaknya bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah mengembangkan platform elektronik IPO atau penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) secara elektronik. "Kita sedang kembangkan elektronik IPO, akan transparan dari pasar primer. Goreng-menggoreng itu sesuai mekanisme pasar, sesuai di pasar sekunder dan bisa memborong di pasar. Ini terjadi karena supply saham dikuasai dan demand di-create. Ini akan lemah kalau dilihat di pasar sekundernya aja," katanya.

Dugaan lalainya pengawasan oleh OJK hingga menimbulkan kerugian negara turut diperhatikan pula oleh Kejakgung. "Kami sedang menelusuri itu, mungkin OJK yang sebelumnya dan sebelumnya dan oknum-oknum tertentu ini terus kami telusuri. Saya yakin ini tidak akan muncul kalau pengawasan OJK yang secara benar," ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Guna menelusuri hal tersebut, Kejaksaan Agung rupanya telah memanggil OJK untuk menanyai hal tersebut. Namun, Burhanuddin enggan memberitahu kapan hal itu dilakukan.

"OJK sudah kami panggil dan kita sedang arah ke situ, tetapi OJK memberikan input kepada kami bagaimana proses yang sebenarnya kita tak bisa full (menjelaskan)," ujar Burhanuddin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah buka suara soal usulan komisi XI DPR untuk mengembalikan tugas dan fungsi OJK ke tubuh BI. Sri mengakui bahwa upaya pencegahan, penanganan, dan stabilisasi sektor keuangan masih banyak kekurangan.

Namun ia menegaskan bahwa upaya ke arah sana terus dilakukan. Menkeu menjelaskan pemerintah, melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terus berusaha menyempurnakan implementasi Undang-Undang (UU) nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Salah satu caranya, dengan meningkatkan koordinasi antara Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kerja sama kita lakukan sebaik mungkin. Pasti belum sempurna, masih perlu banyak hal yang diperbaiki, termasuk dari sisi perundang-perundangan. Jadi kita akan terus menyempurnakan dari sisi peraturan perundang-perundangan di dalam rangka bisa menjaga stabilitas sistem keuangan itu," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Rabu (22/1).

Sri sendiri tidak menjawab secara lugas apakah dirinya setuju atau tidak mengenai usulan Komisi XI DPR ini. Ia pun menolak menjawab pertanyaan wartawan saat ditanya untuk yang kedua kalinya mengenai wacana 'pembubaran' OJK ini. "Oke makasih ya," jawabnya singkat ketika ditanya wartawan.

photo
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Tanggapan OJK

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menanggapi wacana pengembalian fungsi OJK ke BI. Ia mengatakan pihaknya sudah bekerja profesional dan independen dalam mengawasi serta mengatur industri jasa keuangan selama masa kepemimpinannya.

Wimboh di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, mengatakan perlu dicermati bahwa masalah di industri jasa keuangan yang dalam beberapa waktu terakhir mencuat, telah terjadi jauh-jauh hari. Yaitu dari sejak era sebelum dia memimpin.

Masalah itu antara lain gagal bayar dan investasi jeblok Jiwasraya, kekurangan likuiditas dan permodalan AJB Bumiputera 1912, penurunan investasi saham PT Asabri (Persero), dan kekurangan permodalan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Wimboh tidak ingin menanggapi lebih jauh wacana pembubaran lembaganya yang pertama kali dilontarkan oleh Anggota Komisi XI DPR pada Selasa (22/1). "Silakan tanya ke yang bicara (wacana pembubaran). Kami bekerja profesional. Ya kami bekerja profesional dan independen. Dan kami bisa menyampaikan kepada masyarakat apa yang telah kami lakukan selama ini. Semua orang tahu bahwa masalah-masalah ini bukan masalah baru. Masalah ini udh cukup lama," ujar Wimboh.

Wimboh berjanji kualitas pengawasan terhadap industri jasa keuangan akan terus ditingkatkan, terutama industri keuangan non-bank (IKNB). Ia juga akan mensinergikan pengawasan lintas sektor seperti lintas perbankan, asuransi dan pasar modal untuk pengawasan yang lebih menyeluruh.

"Pengawasan ini akan kami tingkatkan. Pengalaman-pengalaman masa lalu akan kami perbaiki atau ada hal-hal yang harus disesuaikan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement