Rabu 22 Jan 2020 10:02 WIB

Nurhadi-KPK Bertarung di PN Tipikor

Mantan sekjen MA itu dituduh menerima suap Rp 46 miliar.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi,  Jakarta, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ahmad Jaini, memutuskan menolak praperadilan yang diajukan Nurhadi, mantan sekretaris jenderal Mahkamah Agung (MA), atas status tersangka suap, Selasa (21/1). Nurhadi pun menerima keputusan tersebut dan siap bertarung dengan KPK di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, yakin dapat membuktikan tuduhan keliru oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya. “Sekarang kewajiban kami untuk mengikuti proses hukum sampai ke pengadilan,” kata Maqdir, Selasa (21/1).

Menurut dia, ada sejumlah barang bukti yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan untuk menggugurkan status tersangka Nurhadi. Namun, semua itu ditolak oleh hakim praperadilan PN Jasksel. Oleh karena itu, kata dia, bukti-bukti tersebut akan kembali disampaikan ke pengadilan. “Kita bisa buktikan nanti di pengadilan, apakah yang disangkakan (oleh KPK) itu benar atau tidak,” kata dia.

Senin 21 Desember 2019, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka suap. Mantan sekjen MA itu dituduh menerima suap Rp 46 miliar terkait pengaturan putusan pengadilan pada 2010-2016. Penetapan tersangka waktu itu, bersamaan dengan status tersangka terhadap Hiendra Soenjoto, direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), dan Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi. Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dari Hiendra.

Pada Kamis (2/1), Nurhadi dan dua tersangka lainnya mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Sidang putusan praperadilan kemarin menggugurkan usaha praperadilan Nurhadi dkk. “Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon (Nurhadi, Rezky, dan Hiendra) untuk seluruhnya,” begitu petikan putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan.

Dengan kepastian hukum status Nurhadi tersebut, KPK dapat melanjutkan proses penyidikan terkait korupsi suap yang dituduhkan kepada para tersangka. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan melakukan penyidikan kasus tersebut semaksimal mungkin sesuai hukum dan menjunjung tinggi profesionalisme.

"Kami sejak awal meyakini penyidikan yang dilakukan KPK sah baik secara formil dan kuat secara substansi," kata Ali menanggapi putusan MA tersebut. Selain itu, KPK juga mengingatkan agar para tersangka dan saksi yang dipanggil dalam tahap penyidikan kooperatif. Pihak lain juga diminta tidak membantu para tersangka, apalagi menghambat penanganan perkara.

Pada Senin (20/1), Ali sempat menyatakan, putusan hakim itu akan menjadi ujian independensi bagi pengadilan dalam memutus perkara secara adil dan transparan. "Mengingat pemohon NH ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatan sebagai sekretaris Mahkamah Agung dan kuatnya stigma di masyarakat masih adanya mafia kasus dan mafia peradilan," kata dia.

Sebelumnya, Nurhadi juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK, yaitu penerimaan suap Rp 150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro. Suap itu agar Nurhadi melakukan penundaan proses pemanggilan terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL). n bambang noroyono/antara, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement