Selasa 21 Jan 2020 15:49 WIB

KLHK Gunakan Soil Bioengineering Rehabilitasi Dampak Longsor

Teknik soil bioengineering akan menjadi opsi upaya rehabilitasi kawasan longsor.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Warga korban longsor dan banjir bandang mencari barang-barang di bekas rumahnya yang terkena longsor di Kampung Gunung Julang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, Banten, Senin (13/1).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Warga korban longsor dan banjir bandang mencari barang-barang di bekas rumahnya yang terkena longsor di Kampung Gunung Julang, Desa Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, Banten, Senin (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan teknik soil bioengineering akan menjadi opsi untuk upaya rehabilitasi kawasan terdampak longsor di Kabupaten Lebak dan Bogor. Teknik soil bioengineering adalah cara untuk menstabilisasikan tanah lereng dengan memperkuat struktur vegetasi.

Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan KLHK, Budi Hadi Narenda, mengatakan, salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk proses soil bioengineering adalah pohon bidara laut atau Strychnos Lucida R.Br karena memiliki akar yang kuat.

Baca Juga

"Metode ini relatif lebih murah daripada rekaya geoteknik berupa perkuatan tanah dengan konstruksi sipil teknis. Soil bioengineering juga bisa dikombinasikan dengan bangunan konstruksi," kata Budi dalam Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (21/1).

Menurut Budi, tanaman bidara laut telah terbukti potensial untuk proses rehabilitasi lahan kritis sekaligus upaya mitigasi bencana longsor di tanah-tanah lereng. Namun, menurutnya, tanaman tersebut sebaikanya dikombinasikan dengan jenis tanaman lainnya.

Seperti misalnya rumput vetiver atau yang akrab disebut akar wangi untuk membentuk kanopi bertingkat. Tanaman vetiver juga berperan efektif dalam pengurangan erosi tanah.

Pada intinya, menurut Budi, upaya vegetasi tanah dengan teknik soil bioengineering mempunyai dua peran utama, yakni efek hidrolik untuk mengurangi kejenuhan air serta efek mekanis yang meningkatkan kohesi tanah.

"Penelitian terkait jenis tanaman yang sesuai untuk mitigasi bencana longsor perlu dilanjutkan. Sebab, dari ribuan jenis pohon, baru beberapa yang diteliti untuk pengendalian longsor," kata Budi.

Sementara itu, peneliti senior KLHK, Chairil Anwar Siregar menambahkan, inti dari sebab longsor ketika gaya gravitasi untuk menarik tanah ke bawah lebih besar daripada ketahanan daya tanah terhadap gravitasi.

Ketika hal itu terjadi, maka disaat turun hujan dalam intensitas tinggi bakal memicu terjadinya penurunan tanah. Karena itu, Chairil berpendapat, kombinasi penerapan bangunan konstruksi dan teknik penguatan vegetasi tanah merupakan langkah tepat untuk penecagahan longsor.

"Jika memungkinkan, hindari permukiman dan pengolahan tanah intensif untuk daerah yang memiliki kelerengan curam. Kalau bisa jangan ada permukiman," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement