REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dadang Kurnia, Fauziah Mursid
Satu lagi kasus pelecehan seksual terpapar ke publik. Kali ini terjadi di Tulungagung, Jawa Timur, dengan pelaku pria gay dan korban anak-anak.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih menegaskan, pihaknya akan memastikan anak-anak korban pencabulan oleh Hasan (41), ketua Ikatan Gay di Tulungagung akan mendapat pendampingan dari pihak terkait. Hikmah menyatakan, Komisi E DPRD Jatim akan segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial Jatim dan Lembaga Perlindungan Anak Jatim, agar anak-anak yang menjadi korban benar-benar mendapat pelayanan baik.
"Untuk mereka yang sekarang sudah jadi korban harus ada advokasi khusus untuk proses trauma healing hingga tindakan rehabilitasi sosial spiritualnya nanti. Kita akan pastikan mereka akan mendapat layanan sebaik-baiknya," ujar Hikmah kepada Republika.co.id, Selasa (21/1).
Hikmah mengingatkan, seluruh tindak kekerasan seksual terhadap anak, harus menghadapi prosedur hukum yang ketat. Dia juga berharap pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut mendapat hukuman berat. Menurutnya, tidak perlu dibedakan apakah pelakunya memiliki orientasi seksual menyimpang atau tidak.
"Tentu dia harus dihukum seberat-beratnya, apapun orientasi seksualnya. Jadi kita nggak boleh menyeret-nyeret ini ke arah orientasi seksual. Seluruh pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus diperlakukan sama kerasnya di hadapan hukum," ujar Hikmah.
Terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak, Hikmah mengatakan, Komisi E DPRD Jatim menekankan pada pencegahan. Artinya, semua pihak harus terlibat aktif mengawasi anak-anak dari jangkauan predator anak. Menurutnya, tindakan pencegahan jauh lebih penting untuk dimasifkan dan diedukasikan secara kuat dengan berbagai cara, termasuk lewat media sosial.
"Yang saya juga prihatin itu karena respons kita biasanya dramatis sesaat ketika kasus-kasus kayak gini muncul. Semua prihatin tapi kita semua cepat sekali melupakan," kata Hikmah.
Ditreskrimum Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap warga Kecamatan Gondang, Tulungagung, Hasan (41) yang akrab disapa Mami, atas dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Berdasarkan penyelidikan, setidaknya ada 11 anak yang diduga menjadi korban pencabulan dari tersangka. Tersangka yang merupakan pengelola kedai kopi tersebut, juga mengaku sebagai ketua Ikatan Gay Tulungagung.
"Dia adalah ketua Ikatan Gay di Tulungagung. Jadi gay ini ada ikatannya juga, dan dia ini ketuanya," ujar Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol R. Pitra Andrias Ratulangie.
Pitra menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan masyarakat, terkait dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan Mami H. Polisi kemudian melakukan pendalaman terhadap laporan tersebut. Setelah 12 hari melakukan penyelidikan, polisi akhirnya menangkap Mami H dan menetapkannya sebagai tersangka, atas dugaan kasus tersebut.
Pelaku pencabulan, Hasan, mengaku dia telah melakukan perbuatan tak terpujinya mulai 2018. Meski demikian, dia enggan menjawab secara pasti berapa jumlah anak laki-laki yang menjadi korbannya.
"Satu tahun ini, 2018 sampai 2019," kata Hasan di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Senin (20/1).
Namun demikian, Hasan mengaku, para korban yang datang ke rumahnya tersebut rela melayani hasratnya karena butuh uang. Hasan pun menawari uang kepada yang bersangkutan, namun dengan sejumlah syarat. Yakni mau berhubungan badan dengannya.
"Mereka datang ke saya butuh uang, terus (saya tawari) main mau? Mereka datang ke rumah saya, saya ajak masuk kamar," ujar Hasan.
Cegah Anak Jadi Korban
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, mengatakan pentingnya kelancaran komunikasi antara orang tua dan anak bisa mencegah atau menangkal kekerasan seksual kepada anak. Komunikasi, kata Rita, agar orang tua dapat terus memantau perkembangan kehidupan sosial anaknya.
"Kadang-kadang komunikasi itu anak kan sering sekali orang tua hanya ingin memastikan soal nilai, makan apa belum. Tapi bagian bagian yang di luar akademis dan kehidupan sosial anak itu tidak menjadi konsern orang tua. Kadang yang penting nilainya bagus itu selesai," ujar Rita, beberapa waktu lalu.
Padahal kata Rita, komunikasi orang tua-anak penting untuk memberikan pemahaman anak pentingnya pendidikan seks sejak dini maupun kesehatan reproduksi. Menurutnya, anak sejak dini harus diberi pembekalan bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh dan tidak.
Ia juga menekankan pembekalan tersebut harus diberikan ke semua anak baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Rita, selama ini pendidikan seks dini lebih difokuskan kepada perempuan dibanding laki-laki.
"Pengalaman saya, anak laki laki pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi itu kurang, saya sering ke SD-SD itu kalau anak perempuan itu biasanya lebih banyak, sementara anak laki-laki itu tidak begitu. Jadi saya kira perlu diberikan semuanya sejak awal," ujar Rita.
Selain itu, komunikasi orang tua juga diperlukan saat anak mulai beranjak dewasa dan memasuki fase tertarik dengan lawan jenis. Hal ini agar anak diarahkan ke arah yang lebih baik.
"Karena kan fase tertarik dengan lawan jenis kan itu lho, tinggal diarahkan diajak ngobrol sampai mana yang boleh dan tidak. Tetapi bukan interaktif, itu fase kritikalnya," ujarnya.
Karena itu, ia meyakini jika pembekalan terhadap anak sudah dilakukan sejak awal, anak lebih kokoh dalam menjalani kehidupan sosial di masa mendatang. Sehingga bisa mencegah anak melakukan penyimpangan maupun kekerasan seksual
"Menurut saya nilai-nilai yang sudah dipondasikan menurut saya akan kuat sehingga ketika sudah kuliah tahu mana yang benar dan mana yang tidak, juga tidak akan mudah terjerat, terjerat ke hal hal yang menjerumuskan," ujarnya.
Tak hanya itu, Rita juga menyebut pola komunikasi penting agar anak terbuka kepada orang tuanya. Menurutnya, kasus-kasus kekerasan seksual kepada anak lama terungkap. "Kemudian yang membuat kasus kekerasan seksual di Indonesia itu lama terungkapnya, karena anak tidak biasa bercerita," ujarnya.