REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengungkapan kasus peredaran minuman beralkohol oplosan di Tanjung Priok, Jakarta Utara memberi peringatan akan pentingnya pemusnahan botol miras bermerek. Penggunaan kembali wadah bekas minuman beralkohol, baik botol dan kardusnya, pun akan ditinjau kembali.
"Botol-botol ini harusnya dimusnahkan dan didaur ulang kembali, namun ternyata botol itu digunakan untuk mengoplos minuman," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus di Mapolres Pelabuhan Tanjung Priok, Senin.
Yusri menyatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menindaklanjuti temuan dalam pengungkapan kasus itu. Hal senada disampaikan Kepala Kantor Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok, Teguh Wibowo, bahwa peraturan penjualan eceran minuman beralkohol dan etil alkohol dapat dikaji kembali.
"Seharusnya dikaji kembali bagaimana memperlakukan botol, kardus, dan pita cukai bekas penjualan mereka," kata Teguh.
Teguh menjelaskan, secara fisik, minuman beralkohol oplosan tampak itu menggunakan botol bekas dan pita cukai yang telah sobek. Selain itu, ada indikasi menggunakan cukai palsu, namun kebenaran dugaan itu perlu dibuktikan lewat uji laboratorium.
Untuk botol dan kardus miras yang disita, menurut Teguh, secara fisik masih berbentuk asli minuman impor. Namun, produknya merupakan sisa penjualan yang dipergunakan kembali.
Polres Pelabuhan Tanjung Priok mengungkap peredaran minuman beralkohol oplosan dan menangkap tiga tersangka di Jakarta Utara. Pengungkapan kasus itu berdasarkan informasi masyarakat terkait adanya minuman beralkohol oplosan produksi impor bermerek.
Para pelaku dikenakan pasal 62 junto pasal 8 ayat 1, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 142 junto pasal 91 ayat 1, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pasal 204 ayat 1 dan pasal 386 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.