Selasa 21 Jan 2020 05:06 WIB

Harun Masiku Bikin PDIP Sibuk di Awal Tahun

Harun Masiku membuat PDIP sibuk menangkal keterlibatan dalam kasus suap Komisioner

Bayu Hermawan
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Hermawan*

Awal Januari harusnya menjadi masa-masa paling menyenangkan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dimana partai berlambang Banteng itu merayakan hari ulang tahunnya pada 10 Januari. Namun, justru cerita tak sedap tercatat pada awal Januari tahun ini.

Alih-alih merayakan ulang tahun dalam suasana menyenangkan, setelah sukses menjalani tahun politik yang berat di 2019, pesta PDIP dirusak dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyeret kader sekaligus caleg partai itu, Harun Masiku, dalam perkara dugaan suap proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR terpilih. Banteng makin meradang, karena penyidik komisi antirasuah tiba-tiba mencoba menerobos dan menggeledah kandang mereka. PDIP pun menjadi parpol pertama yang kadernya terseret kasus korupsi untuk tahun 2020, serta di masa kepemimpinan baru komisioner KPK. Semua pihak yang terlibat dalam kasus ini menarik untuk dikupas dan dicermati.

Nama Harun Masiku terdengar sangat asing. Sepak terjang Harun di PDIP juga tidak diketahui sebelumnya. Dia bukan kader yang biasa berkomentar mengenai suatu isu di media massa, atau terekspos dalam kegiatan-kegiatan partai. Rekam jejak yang bisa diketahui hanyalah bahwa Harun adalah caleg gagal di Partai Demokrat, yang mencoba peruntungan di PDIP pada Pileg 2019 lalu, dan kembali gagal.

Mencermati Harun Masiku cukup menarik, bagaimana seorang kader 'baru' bisa diperjuangkan untuk mendapatkan kursi di DPR. Terlepas dari bantahan ada campur tangan petinggi PDIP dalam surat PAW Harun, tapi fakta yang ada bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan ada upaya memasukan Harun dalam PAW tersebut.

Saya pun tidak mau menuduh, meski ada kecurigaan, jika lobi Harun ke internal partai pastinya gencar. Hal yang mengejutkan lainnya, bagaimana Harun, caleg gagal yang namanya tidak populis, bisa lolos dari OTT KPK. Seperti diketahui, berdasarkan data yang ada, Harun dikabarkan meninggalkan Indonesia beberapa hari sebelum KPK melancarkan OTT. Kebetulan kah? atau jangan-jangan -sekali lagi ini tidak menuduh-, operasi ini sudah bocor, dan Harun diselamatkan? ini yang menarik ditunggu, semoga jika Harun sudah berhasil diciduk, pertanyaan-pertanyaan ini bisa terjawan.

Kasus ini juga membuat publik bertanya-tanya mengenai integritas dari KPU. Bagaimana lembaga yang seharusnya menjamin hak politik warga negara, justru ada oknumnya terlibat dalam praktik-praktik suap, yang seperti dikatakan oleh pimpinan KPK sebagai 'pengkhianat demokrasi'. Wajar-wajar saja jika kemudian masyarakat semakin tidak percaya dengan lembaga ini, terlebih setelah melewati tahun politik yang sengit, kasus ini seolah bisa dijadikan pembenaran jika ada praktik-praktik curang di pemilu lalu.

KPU harus segera belajar dan berbenah jika ingin pulih di mata masyarakat. Khusus untuk komisionernya, mereka harus benar-benar tahan godaan segala hal yang bisa merusak integritas lembaga itu. Alasan apapun, seperti yang digunakan Wahyu Setiawan, bahwa dirinya merasa tidak enak karena diminta oleh teman, tidak dibenarkan. Apalagi, tahun ini, KPU punya tugas berat memastikan pilkada serentak berjalan sukses.

Yang paling menarik dari kasus ini, tentu saja sikap PDIP. Wajar jika PDIP berusaha untuk menangkal isu-isu miring atau yang menurut mereka 'framing' yang menyerang. Sejak kasus ini bergulir, PDIP langsung berkelit, mulai dari tidak mengetahui siapa yang mendorong PAW untuk Harun Masiku, hingga roadshow ke berbagai lembaga. Salah satu yang menarik perhatian adalah saat PDIP mendatangi Dewan Pengawas KPK, untuk melaporkan adanya pelanggaran yang dilakukan penyidik KPK, terkait rencana pengeledahan kantor DPP.

Sekali lagi, wajar jika PDIP memasang strategi defensif, namun ingat jika salah langkah atau blunder justru akan merugikan partai itu sendiri. Seperti mendatangi Dewas yang belakangan justru menimbulkan tone negatif dari berbagai pihak. Sejak awal, banyak pihak yang sudah tidak setuju dengan adanya Dewas KPK. Langkah PDIP mendatangi Dewas dan melaporkan KPK, justru semakin menghidupkan dugaan jika Dewas dibuat hanya untuk menghambat dan menekan KPK. Sebaiknya, PDIP menunggu proses perkembangan kasus ini, dan lebih baik lagi jika mampu membantu mencari Harun Masiku, kader mereka sendiri yang hilang dan menjadi awal permasalahan. Jika tidak setuju dengan tindakan KPK, PDIP juga punya opsi untuk melayangkan praperadilan.

Belum lagi langkah PDIP mendatangi Dewan Pers hingga Bareskrim Polri, serta kehadiran seorang kadernya yang notabene adalah seorang menteri dalam konferensi pers tim hukum. Langkah-langkah yang diambil PDIP ini justru membuat publik semakin curiga, siapa sebenarnya yang dilindungi partai itu. Jika tujuannya untuk melindungi citra partai, mungkin cara ini tentu kurang tepat, atau ada hal lain yang dilindungi? kita tidak tahu pasti.

Yang bisa menjawab semua adalah KPK. Lembaga antirasuah harus benar-benar tuntas untuk mengusut kasus ini. Jangan cuma berhenti sampai Wahyu Setiawan, KPK juga harus benar-benar mengejar dan menangkap Harun Masiku, karena dia adalah kunci untuk menjawab kasus ini. KPK jangan sampai kehilangan gigi dalam kasus ini.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement