Jumat 17 Jan 2020 14:54 WIB

BMKG: Kenaikan Gas Rumah Kaca Ciptakan Cuaca Ekstrem

BMKG menyebut hujan intensitas tinggi di awal 2020 karena pengaruh perubahan iklim

Warga melintasi banjir yang menggenangi Perumahan kawasan Jalan H. Ipin, Pondok Labu, Jakarta, Rabu (1/1). BMKG menyebut hujan intensitas tinggi di awal 2020 karena pengaruh perubahan iklim
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Warga melintasi banjir yang menggenangi Perumahan kawasan Jalan H. Ipin, Pondok Labu, Jakarta, Rabu (1/1). BMKG menyebut hujan intensitas tinggi di awal 2020 karena pengaruh perubahan iklim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa kenaikan konsentrasi gas rumah kaca merupakan salah satu sebab yang meningkatkan risiko terjadinya cuaca ekstrem. Salah satu contohnya adalah hujan dengan intensitas curah tinggi yang terjadi pada awal 2020.

"Cuaca ekstrem dilihat dari pemicunya disebabkan oleh perubahan iklim dengan indikator-indikatornya seperti kenaikan suhu global dan kenaikan konsentrasi gas rumah kaca," kata Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari di Jakarta, Jumat (17/1).

Ia menyebutkan bahwa berdasarkan analisis BMKG, cuaca ekstrem yang ditandai dengan adanya intensitas curah hujan tinggi, cenderung memiliki produksi dan intensitas yang meningkat."Jadi waktu berulangnya itu dia semakin sering terjadi. Demikian juga dengan intensitas dan jumlahnya," katanya.

Contoh perilaku yang menyebabkan kenaikan konsentrasi gas rumah kaca tersebut salah satunya adalah penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan sehingga meningkatkan pengeluaran emisi yang pada akhirnya meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca.

"Jadi lebih banyak energi yang dikeluarkan emisi yang dikeluarkan juga lebih banyak," katanya. Kemudian, selain kenaikan konsentrasi gas rumah kaca, faktor lain yang menyebabkan kondisi cuaca semakin ekstrem adalah meningkatnya suhu global.

"Secara langsung memang variabel-variabel cuaca itu saling terkait," katanya. Keterkaitan tersebut dapat dirunut mulai dari pola suhu udara yang menentukan pola tekanan udara dan pola tekanan udara yang menentukan pola angin.

Kemudian lebih lanjut pola angin tersebut menentukan daerah tertentu yang berpotensi mengalami hujan dengan intensitas curah hujan cukup ekstrem. "Suhu kan kadang bisa terasa dingin tapi nanti lebih sering terasa hangatnya dibandingkan dinginnya. Lebih sering tercatat lebih tinggi dibandingkan lebih rendah," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement