REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat, Suntono menyatakan pemerintah harus menggencarkan kampanye setop konsumsi rokok. Komoditas tersebut menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam pembentukan garis kemiskinan.
"Rokok kretek filter tidak punya kalori, tapi memiliki porsi pengeluaran terbesar kedua setelah beras," kata Suntono, kepada wartawan usai mempresentasikan data angka kemiskinan NTB, di Mataram, Rabu (15/1).
Ia mengatakan kenaikan tarif cukai rokok juga diikuti dengan kenaikan harga rokok. Di satu sisi, pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi konsumen rokok tidak mengalami kenaikan.
"Masyarakat berpenghasilan rendah membeli rokok dengan harga relatif mahal. Itu artinya akan mengurangi konsumsi komoditas lain, seperti beras, ikan, atau daging. Sehingga konsumsi kalori bisa di bawah 2.100 kkal per kapita per hari. Tentu itu berpengaruh terhadap kemiskinan," ujarnya.
Secara nasional, rokok juga menjadi salah satu kontributor besar terhadap garis kemiskinan dengan angka sebesar 11,17 persen di perkotaan dan 10,37 persen di perdesaan. "Rokok kretek filter menjadi (kontributor) terbesar kedua terhadap garis kemiskinan," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2019, rokok masuk jajaran untuk komponen makanan penyumbang garis kemiskinan. Komponen makanan yang berada di posisi pertama adalah beras yang memberikan sumbangan sebesar 20,35 persen di perkotaan dan 25,82 persen di perdesaan.
Selain itu posisi ketiga adalah telur ayam ras 4,44 persen di perkotaan dan 3,47 persen di perdesaan. Selanjutnya, daging ayam ras 4,07 di perkotaan dan 2,48 persen di perdesaan.
Menurut BPS, garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan nonmakanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Dengan kata lain, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.