REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (Kabar) Ariyo Bimmo mengusulkan kepada pemerintah membentuk regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik atau vape. Regulasi tersebut diharapkan berbeda dari rokok.
"Regulasi bagi produk tembakau alternatif akan memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dalam memproduksi produk yang sesuai bagi konsumen," kata Ariyo usai menjadi pembicara dalam Diskusi Publik Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (Geprek) di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Menurut Ariyo, saat ini Indonesia hanya memiliki satu aturan, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 yang berfokus pada aspek penerimaan negara dari cukai. Namun, peraturan itu belum mencakup aspek lainnya, seperti uji produk, tata cara pemasaran, batasan usia, informasi bagi konsumen, hingga pengawasan.
"Dengan regulasi yang lebih rinci akan mempersempit potensi penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik," kata Ariyo.
Dia berpandangan bahwa kasus penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik membuat publik memiliki persepsi yang negatif terhadap produk tembakau alternatif. Ariyo juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan rokok elektrik.
"Padahal, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, sejatinya diciptakan untuk membantu perokok dewasa yang ingin beralih dari rokok ke produk tembakau yang lebih rendah risiko," ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Anti Narkoba Indonesia (Gani) Djoddy Prasetio Widyawan, menjelaskan bahwa gerakan sosial tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada para anggota asosiasi rokok elektrik, para konsumen dewasa, dan publik mengenai pencegahan penyalahgunaan produk tembakau alternatif.
"Diskusi ini merupakan bentuk komitmen dan perhatian kami terhadap industri produk tembakau alternatif di Indonesia, khususnya terhadap isu penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik dan penggunaan oleh anak-anak di bawah umur," katanya.
Dengan pertumbuhan pengguna rokok elektrik yang berkembang pesat, menurut Djoddy, pihaknya memilih Bandung menjadi kota kedua setelah Bali untuk diadakannya kegiatan edukasi dan sosialiasi program Geprek. Pihaknya juga mendistribusikan stiker Geprek dan buku panduan kepada toko-toko rokok elektrik di Bandung.
"Kami ingin edukasi ini dapat tersebar luas ke seluruh aspek, baik pelaku usaha maupun konsumen," kata Djoddy.
Menurut Djoddy, permasalahan dalam penyalahgunaan zat Tetrahidrokanabinol (THC) dan vitamin E asetat yang dicampurkan pada cairan rokok elektrik di Amerika Serikat sangat rentan terjadi di Indonesia. Pada pertengahan tahun 2019, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah mengungkapkan kasus penyalahgunaan narkoba serupa pada rokok elektrik.
Ketua Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Jawa Barat, Didong Wanorogo, menyatakan bahwa pihaknya juga mendukung Geprek. Sebagai bentuk komitmennya, AVI Jawa Barat akan mengimbau anggotanya agar tidak melakukan penyalahgunaan narkoba pada rokok elektrik dan melarang penjualan produk kepada anak di bawah umur 18 tahun.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook