REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Moeldoko mengaku tak tahu-menahu tentang kinerja PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero). Mantan Panglima tersebut menyampaikan, TNI tidak memiliki otoritas apa pun dalam operasional Asabri.
Menurutnya, pengelolaan Asabri sepenuhnya berada di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Pertahanan. Pernyataan Moeldoko ini menjawab pertanyaan wartawan mengenai terungkapnya kerugian portofolio investasi yang dimiliki Asabri di pasar saham. Dugaan korupsi pun muncul, menyusul kasus serupa yang juga melilit Jiwasraya.
"Sampai pemilihan Dirut Asabri saja oleh Menteri BUMN. Dan kalau enggak salah dengan Kemenhan. Jadi kalau urusan Asabri saya enggak ngerti sama sekali," ujar Moeldoko ditemui di kantornya, Selasa (14/1).
Terkait performa Asabri, Moeldoko mengaku tidak ada masalah saat dirinya masih menjabat sebagai Panglima TNI. Asabri, menurutnya, memiliki peran untuk membayar uang muka bagi prajurit yang mengajukan hunian rumah. Selanjutnya, biaya cicilan dibayarkan melalui tabungan wajib perumahan (TWP) yang dimiliki masing-masing prajurit.
"Mekanismenya seperti itu. Selama saya menjadi panglima enggak ada sih ya persoalan-persoalan itu muncul. Semuanya baik. Tapi sekali lagi bagaimana di dalamnya sama sekali kita nggak paham karena jauh antara Cilangkap dengan Asabri itu enggak ada kontak langsung," jelas Moeldoko.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan adanya indikasi kerugian portofolio dari sisi saham milik PT Asabri (Persero). Namun, belum diketahui jumlah kerugian yang dialami perseroan.
Kartika masih belum tahu waktu pasti dimulainya terdapat kerugian pada saham Asabri sebab masih dilakukan investigasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, sekitar dua pertiga saham milik PT Asabri kini harganya di bawah harga saat penawaran umum perdana (IPO).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 13 Januari 2020, dari saham yang dimiliki Asabri di atas lima persen, sebanyak 8 dari 13 saham tersebut lebih rendah dari harga saat IPO. Dari delapan saham tersebut, empat di antaranya termasuk dalam saham gocap alias saham yang mentok di harga terendah di bursa yaitu Rp 50 per saham.
Empat saham gocap tersebut antara lain, Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU) di mana harga IPO Rp 225 per saham, Inti Agri Resources Tbk (IIKP) harga IPO Rp 450 per saham, SMR Utama Tbk (SMRU) harga IPO Rp 600 per saham, dan Hanson Internasional Tbk (MYRX) harga IPO bahkan mencapai Rp 9.900 per saham.
Empat saham di bawah harga IPO lainnya itu Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) dari harga IPO Rp 500 per saham menjadi Rp 326 per saham, PP Properti Tbk (PPRO) dari harga IPO Rp 185 per saham jadi Rp 66 per saham, Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) dari harga IPO Rp 300 per saham jadi Rp 204 per saham, dan Island Concept Indonesia Tbk (ICON) dari harga IPO Rp 118 per saham jadi Rp 71 per saham.
Kendati terdapat dugaan kerugian dalam portofolio investasi saham, kondisi operasional Asabri secara keseluruhan tetap berjalan normal dan baik. Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyebut bahwa Asabri secara operasional tidak ada masalah. Artinya kalau ada klaim Asabri bisa membayarnya.
Pihak Asabri sendiri juga menyatakan bahwa kegiatan operasionalnya terutama proses penerimaan premi, proses pelayanan, dan proses pembayaran klaim berjalan dengan normal dan baik. Asabri dapat memenuhi semua pengajuan klaim tepat pada waktunya.