REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persaingan perebutan kursi ketua umum kian memanas jelang pelaksanaan Kongres Partai Amanat Nasional, yang rencananya akan digelar pada Februari mendatang. Setidaknya, ada tiga kandidat yang telah menyatakan siap maju sebagai caketum PAN, yakni Zulkifli Hasan, Drajad Wibowo dan Mulfachri Harahap yang didukung oleh Amien Rais.
Peneliti dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, sepanas apapun persaingan dalam memperebutkan singgasana ketua umum, kemungkinannya sangat kecil terjadi perpecahan. Mengingat PAN tidak memiliki catatan perpecahan.
"Sehingga sangat kecil kemungkinan konflik itu membesar di PAN," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (13/1).
Namun, kata Dedi, meski tak memiliki sejarah perpecahan di tubuh internal partai, tapi PAN memerlukan sosok penengah saat sentimen ketokohan kandidat menguat. Hanya saja, sosok penengah tidak harus kandidat baru. Sebab bisa saja muncul tokoh berpengaruh yang bisa menjadi pereda ketegangan. Harusnya itu hal itu adalah wilayah dari Amien Rais. Tetapi Amien Rais ternyata masih bersemangat untuk masuk dalam arena praktis.
"Sehingga diperlukan tokoh lain. Bagaimanapun Amin Rais sudah mendeklarasikan dukungan, atau setidaknya ia memilih salah satu kandidat, tokoh penengah harus nama yang netral dan tentu miliki pengaruh," katanya.
Lanjut Dedi, dengan adanya dua kandidat yang sama kuat maka tidak menutup kemungkinan aklamasi menjadi akhir dari kontestasi ketua umum PAN. Hanya saja untuk sampai aklamasi harus ada bargaining power yang jelas, seperti halnya Partai Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) yang kembali mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.
"Golkar mempertemukan DPR dan Menko, sehingga bisa dirundingkan aklamasi. Sementara PAN, posisi keduanya diluar Parpol juga setara, sehingga mencapai proses aklamasi biasanya lebih sulit," ujar Dedi.